Selamat Datang!

Selamat berkunjung, semoga anda senang.

This Is

My Project

Share My Experience

For All Of You

Senin, 27 Juni 2016

FILOSOFI PANCASILA

 
 
Pancasila  sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia,pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis,fundamental dan menyeluruh. Maka sila-sila merupakan suatu kesatuan yang bulat dan utuh,hierarkis dan sistematis. Dalam pengertian inilah maka sila-sila pancasila merupakan suatu sistem filsafat.  Dasar pemikiran filosofis yang terkandung dalam setiap sila, bahwa Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Indonesia mengandung arti  dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan dan kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan,Kemanusiaan,Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan.

Burung garuda berwarna kuning emas mengepakkan sayapnya dengan gagah menoleh ke kanan. Dalam tubuhnya mengemas kelima dasar dari Pancasila.  Di tengah tameng yang bermakna benteng ketahanan filosofis, terbentang garis tebal yang bermakna garis khatulistiwa, yang merupakan lambang geografis lokasi Indonesia.  Kedua kakinya yang kokoh kekar mencengkeram kuat semboyan bangsa Indonesia “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti “Berbeda-beda, Namun Tetap Satu“.
  •  Garuda Pancasila sendiri adalah burung Garuda yang sudah dikenal melalui mitologi kuno dalam sejarah bangsa Indonesia, yaitu kendaraan Wishnu yang menyerupai burung elang rajawali. Garuda digunakan sebagai Lambang Negara untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat.
  • Warna keemasan pada burung Garuda melambangkan keagungan dan kejayaan.
  • Garuda memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang melambangkan kekuatan dan tenaga pembangunan.
  • Jumlah bulu Garuda Pancasila melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, antara lain:
    • 17 helai bulu pada masing-masing sayap, melambangkan tanggal 17 hari kemerdekaan indonesia.
    • 8 helai bulu pada ekor,melambangkan bulan agustus.
    • 19 helai bulu di bawah perisai atau pada pangkal ekor dan 45 helai bulu di leher, melambangkan tahun kemerdekaan indonesia yaitu  tahun 1945.
  • Perisai adalah tameng yang telah lama dikenal dalam kebudayaan dan peradaban Indonesia sebagai bagian senjata yang melambangkan perjuangan, pertahanan, dan perlindungan diri untuk mencapai tujuan.
  • Di tengah-tengah perisai terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan garis khatulistiwa yang menggambarkan lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu negara tropis yang dilintasi garis khatulistiwa membentang dari timur ke barat.
  • Warna dasar pada ruang perisai adalah warna bendera kebangsaan Indonesia "merah-putih". Sedangkan pada bagian tengahnya berwarna dasar hitam.
  • Pada perisai terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar negara Pancasila. Pengaturan lambang pada ruang perisai adalah sebagai berikut:
  •  
     
Sila Kedua: Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab. Rantai yang disusun atas gelang-gelang kecil ini menandakan hubungan manusia satu dengan yang lainnya yang saling membantu. Gelang yang lingkaran menggambarkan wanita, gelang yang persegi menggambarkan pria. 

 Sila Ketiga: Persatuan Indonesia. Pohon beringin (Ficus benjamina) adalah sebuah pohon Indonesia yang berakar tunjang - sebuah akar tunggal panjang yang menunjang pohon yang besar tersebut dengan bertumbuh sangat dalam ke dalam tanah. Ini menggambarkan kesatuan Indonesia. Pohon ini juga memiliki banyak akar yang menggelantung dari ranting-rantingnya. Hal ini menggambarkan Indonesia sebagai negara kesatuan namun memiliki berbagai akar budaya yang berbeda-beda. 
 
Sila Keempat: : Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Binatang banteng (Latin: Bos javanicus) atau lembu liar adalah binatang sosial, sama halnya dengan manusia cetusan Presiden Soekarno dimana pengambilan keputusan yang dilakukan bersama (musyawarah), gotong royong, dan kekeluargaan merupakan nilai-nilai khas bangsa Indonesia. 
   
Sila Kelima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Padi dan kapas (yang menggambarkan sandang dan pangan) merupakan kebutuhan pokok setiap masyarakat Indonesia tanpa melihat status maupun kedudukannya. Hal ini menggambarkan persamaan sosial dimana tidak adanya kesenjangan sosial satu dengan yang lainnya, namun hal ini bukan berarti bahwa negara Indonesia memakai ideologi komunisme.
 
(Sumber : http://rumah-ketikan.blogspot.co.id/2012/12/filosofi-pancasila.html )
Share:

Rabu, 01 Juni 2016

ARTI KATA FEODALISME


Feodalisme adalah struktur pendelegasian kekuasaan sosiopolitik yang dijalankan kalangan bangsawan/monarki untuk mengendalikan berbagai wilayah yang diklaimnya melalui kerja sama dengan pemimpin-pemimpin lokal sebagai mitra. Dalam pengertian yang asli, struktur ini disematkan oleh sejarawan pada sistem politik di Eropa pada Abad Pertengahan, yang menempatkan kalangan kesatria dan kelas bangsawan lainnya (vassal) sebagai penguasa kawasan atau hak tertentu (disebut fief atau, dalam bahasa Latin, feodum) yang ditunjuk oleh monarki (biasanya raja atau lord).
Istilah feodalisme sendiri dipakai sejak abad ke-17 dan oleh pelakunya sendiri tidak pernah dipakai. Semenjak tahun 1960-an, para sejarawan memperluas penggunaan istilah ini dengan memasukkan pula aspek kehidupan sosial para pekerja lahan di lahan yang dikuasai oleh tuan tanah, sehingga muncul istilah "masyarakat feodal". Karena penggunaan istilah feodalisme semakin lama semakin berkonotasi negatif, oleh para pengkritiknya istilah ini sekarang dianggap tidak membantu memperjelas keadaan dan dianjurkan untuk tidak dipakai tanpa kualifikasi yang jelas.
Dalam penggunaan bahasa sehari-hari di Indonesia, seringkali kata ini digunakan untuk merujuk pada perilaku-perilaku negatif yang mirip dengan perilaku para penguasa yang lalim, seperti 'kolot', 'selalu ingin dihormati', atau 'bertahan pada nilai-nilai lama yang sudah banyak ditinggalkan'. Arti ini sudah banyak melenceng dari pengertian politiknya. (Sumber : www.wikipedia.com )
Share:

MAKALAH OTONOMI DAERAH


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan yang bersifat khusus atau istimewa yang diatur dengan undang-undang. Selain itu, negara mengakui dan menghormati hak-hak khusus dan istimewa sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Provinsi DKI Jakarta sebagai satuan pemerintahan yang bersifat khusus dalam kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebagai daerah otonom memiliki fungsi dan peran yang penting dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, perlu diberikan kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Pengertian asas Otonomi Daerah.Istilah Otonomi Daerah berasal dari kata Otonomi, yang dalam arti sempit berarti Mandiri sedangkan dalam arti luas berarti Berdaya.Jadi pengertian Otonomi Daerah adalah “Pemberian kewenangan pemerintah kepada PEMDA untuk secara mandiri atau berdaya membuat keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri”.Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bahwa Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai pusat pemerintahan, dan sebagai daerah otonom berhadapan dengan karakteristik permasalahan yang sangat kompleks dan berbeda dengan provinsi lain. Provinsi DKI Jakarta selalu berhadapan dengan masalah urbanisasi, keamanan, transportasi, lingkungan, pengelolaan kawasan khusus, dan masalah sosial kemasyarakatan lain yang memerlukan pemecahan masalah secara sinergis melalui berbagai instrumen. Untuk itulah Pemerintah Pusat mengeluarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (LN 2007 No. 93; TLN 4744). UU yang terdiri dari 40 pasal ini mengatur kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara. Aturan sebagai daerah otonom tingkat provinsi dan lain sebagainya tetap terikat pada peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah.
Otonomi Daerah adalah“Pemberian kewenangan pemerintah kepada PEMDA untuk secara mandiri atau berdaya membuat keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri”.Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerahotonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentinganmasyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasilguna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat danpelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangandaerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurutprakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara KesatuanRepublik Indonesia. Pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintahdaerah ke pemerintah pusat,ke sistem Desentralisasi yaitu Pelimpahan kewenangan dantanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan asas otonomi daerah ?
2.Apa yang menyebabkan adanya asas otonomi daerah pada asas yang ada dalam lingkungan hidup?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan yakni :
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan asas otonomi daerah.
2.      Untuk mengetahui bentuk aplikasi dari asas otonomi daerah pada lingkungan hidup.
I.4 Manfaat
Adapun manfaat dari makalah  ini adalah :
1.      Dari segi teoritis. Makalah ini berguna untuk menambah wawasan baik itu mahasiswa maupun sebagai referensi dalam mata kuliah hukum lingkungan.
2.       Dari segi praktisi,
a.    makalah ini berguna untuk Penelitian ini diharapkan bisa memberikan masukan bagi masyarakat secara umum maupun masyarakat adat.
b.    Penelitian ini dapat dipakai sebagai tambahan referensi bagi mahasiswa maupun pihak lain yang memerlukan informasi mengenai Hukum Lingkungan khusunya mengenai asas otonomi daerah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Pengertian asas otonami daerah
Pengertian asas Otonomi Daerah.Istilah Otonomi Daerah berasal dari kata Otonomi, yang dalam arti sempit berarti Mandiri sedangkan dalam arti luas berarti Berdaya.Jadi pengertian Otonomi Daerah adalah “Pemberian kewenangan pemerintah kepada PEMDA untuk secara mandiri atau berdaya membuat keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri”.Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasilguna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari rumusan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah pada prinsipnya mempunyai tiga aspek, yaitu :
1) Aspek Hak dan Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
2) Aspek kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari pemerintahan di atasnya, serta tetap berada dalam satu kerangka pemerintahan nasional.
3) Aspek kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai perlimpahan kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga terutama kemampuan menggali sumber pembiayaan sendiri.
Terjadinya Otonomi Daerah dikarenakan adanya perubahan sistem pemerintahan dari sistem Sentralisasi yaitu Pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat, ke sistem Desentralisasi yaitu Pelimpahan kewenangan dantanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Latar Belakang Otonomi Daerah.Keadaan geografis Indonesia yang berupa kepulauan berpengaruh terhadap mechanism pemerintahanNegara Indonesia.Dengan keadaan geografis yang berupa kepulauan ini.
Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan yang bersifat khusus atau istimewa yang diatur dengan undang-undang. Selain itu, negara mengakui dan menghormati hak-hak khusus dan istimewa sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Provinsi DKI Jakarta sebagai satuan pemerintahan yang bersifat khusus dalam kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebagai daerah otonom memiliki fungsi dan peran yang penting dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, perlu diberikan kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
2.2 Yang menyebabkan adanya asas otonomi daerah pada asas yang ada dalam lingkungan hidup
            menyebabkan pemerintah sulit mengkoordinasi pemerintahan yang ada didaerah. Terhadap lingkungan hidup  Di erareformasi ini sangat dibutuhkan sistem pemerintahan yang memungkinkancepatnyapenyaluran aspirasi rakyat, namun tetap berada di bawah pengawasanpemerintah pusat.Haltersebut sangat diperlukan karena mulai munculnya ancaman-ancaman terhadap keutuhanNKRI, hal tersebut ditandai dengan banyaknya daerah-daerah yang ingin memisahkan diridari Negara Kesatuan Republik Indornesia.Di Indonesia, otonomi daerah sebenarnya mulaibergulir sejak keluarnya UU No. 1 Tahun 1945, kemudian UU No. 2 Tahun 1984 dan UU No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah.
Semuanya berupaya menciptakanpemerintahan yang cenderung ke arah desentralisasi.Namun pelaksanaannya mengalamipasang surut, sampai masa reformasi bergulir.Pada masa ini keluarlah UU No. 2 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan pemerintahan pusat. Sejak itu, penerapan otonomi daerahberjalan cepat. Prinsip otonomi daerah adalah pemerintahan daerah diberi wewenang untuk mengeloladaerahnya sendiri. Hanya saja ada beberapa bidang yang tetap ditangani pemerintah pusat, yaitu agama, peradilan, pertahanan, dan keamanan, moneter/fiscal, politik luarnegeri dan dalam negeri serta sejumlah kewenangan bidang lain (meliputi perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan secara makro, dana perimbangan keuangan,sistem administrasi Negara dan lembaga perekonomian Negara, pembinaan sumberdaya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, dan konversi serta standarisasi nasional).
Pada kenyataannya, otonomi daerah itu sendiri tidak bisa diserahkan begitu sajapada pemerintah daerah.Selain diatur dalam perundang-undangan, pemerintah pusat jugaharus mengawasi keputusan-keputusan yang diambil olehpemerintah daerah.Alasan perlunya Otonomi Daerah adalah sebagai berikut :
1) Kehidupan berbangsa dan bernegara selama ini (masa orde baru) sangat sentralisasi,daerah diabaikan.
2) Pembagian kekayaan alam tidaklah adil dan merata.
3) Kesenjangan sosial dan pembangunan.

4) Sedangkan alasan filoposofisnya adalah :
 a) Mencegah penumpukan kekuatan atau tirani(aspek politis).
b) Mengembangkan kehidupan Demokrasi.
c) Dari aspek tekhnik organisasi penyelanggaraan pemrintah agar lebih efisien.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. pengertian Otonomi Daerah adalah “Pemberian kewenangan pemerintah kepada PEMDA untuk secara mandiri atau berdaya membuat keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri”. Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Semuanya berupaya menciptakan pemerintahan yang cenderung ke arah desentralisasi. Namun pelaksanaannya mengalami pasang surut, sampai masa reformasi bergulir.Pada masa ini keluarlah UU No.2 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan pemerintahan pusat.Sejak itu, penerapan otonomi daerah berjalan cepat.Prinsip otonomi daerah adalah pemerintahan daerah diberi wewenang untuk mengelola daerahnya sendiri. Hanya saja ada beberapa bidang yang tetap ditangani pemerintah pusat, yaitu agama, peradilan, pertahanan, dan keamanan, moneter/fiscal, politik luarnegeri dan dalam negeri serta sejumlah kewenangan bidang lain (meliputi perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi Negara dan lembaga perekonomian Negara, pembinaan sumberdaya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, dan konversi serta standarisasi nasional).
3.2 saran
Dengan adanya makalah yang saya buat  ini jika teman-teman ada yang lebih memamahi tentang materi yang saya jelaskan dalam makalah ini saran dan kritik yang bersifat membangun dapat disampaikan kepada saya. Saya  akan merasa sangat lebih baik jika dari rekan-rekan sekalian bisa memberikan masukkan kepada saya. Untuk kedepannya apabila saya menyusun makalah baru dengan judul yang baru bisa membantu saya untuk membenarkan kembali pembuatan makalah yang saya buat.


DAFTAR PUSTAKA
           (diaskes pada tanggal 10 Desember 2012 pada pukul 10.00)
       (diaskes pada tanggal 8 Oktober 2013 pada pukul 15.00)
 

                                                                    


Share:

Selasa, 31 Mei 2016

PEMILU SEBAGAI INSTRUMEN DEMOKRASI

Tidak dapat dipungkiri bahwa demokrasi merupakan suatu asas dan sistem yang paling baik dalam sistem politik dan ketatanegaraan. Dalam paham kedaulatan rakyat (democracy), rakyatlah yang dianggap sebagai pemilik dan pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Rakyatlah yang menentukan corak dan cara pemerintahan diselenggarakan, rakyatlah yang menentukan tujuan yang hendak dicapai oleh negara dan pemerintahannya itu.
Namun dalam penerapannya kedaulatan rakyat itu tidak dapat berjalan secara penuh. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sehingga demokrasi tidak dapat berjalan secara penuh, salah satunya di Negara-negara yang jumlah penduduknya banyak dan dengan wilayah yang sangat luas, dapat dikatakan tidak mungkin untuk menghimpun pendapat rakyat seorang demi seorang dalam menentukan jalannya suatu pemerintahan. Akibatnya, kedaulatan rakyat tidak mungkin dapat dilakukan secara murni. Kompleksitas keadaan menghendaki bahwa kedaulatan rakyat itu dilaksanakan dengan melalui sistem perwakilan (representation).
Di dalam kedaulatan rakyat dengan sistem perwakilan atau demokrasi biasa juga disebut sistem demokrasi perwakilan (representative democracy) atau demokrasi tidak langsung (indirect democracy). Dan dalam praktiknya, yang menjalankan kedaulatan rakyat itu adalah wakil-wakil rakyat. Agar wakil-wakil rakyat benar-benar dapat bertindak atas nama rakyat, sehingga wakil-wakil rakyat itu harus ditentukan sendiri oleh rakyat, yaitu melalui pemilihan umum (general election).
Salah satu perwujudan dari demokrasi adalah pemilihan umum, karena pada dasarnya pemilihan umum itu adalah pemilihan rakyat untuk memilih wakilnya dalam mengatur roda pemerintahan. Pemilihan umum merupakan anak kandung demokrasi yang dijalankan sebagai perwujudan prinsip kedaulatan rakyat dalam fenomena ketatanegaraan. Di Indonesia pemilihan umum merupakan instrument dari demokrasi itu sendiri.
Pemiluhan umum merupakan salah satu amanah Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang harus dilaksanakan secara umum, langsung, bebas, rahasia (luber), jujur dan adil (jurdil). Pemilu yang berkualitas dan demokratis dapat diwujudkan apabila dilaksanakan sesuai dengan asasnya. Adanya Pemilu yang berkualitas dan demokratis dapat mewujudkan tata kelola pemerintahaan yang baik (good governance) yaitu terimplementasinya prinsip-prinsip good governance berupa partisipasi masyarakat, penegakan hukum, transparansi, responsif, pemerataan, visi stratejik, efektifitas dan efesiensi, profesionalisme, akuntabilitas, dan pengawasan. Momentum pemilu 2009, harus menjadi arena untuk memilih wakil-wakil rakyat yang terpercaya, jujur, berdedikasi, cerdas, bermoral dan bertanggung jawab, serta pemimpin pemerintahan yang berani, tegas, teruji, dan mumpuni. Oleh karena itu, Pemilu 2009 menjadi instrumen membangun good governance serta sistem pemerintahan yang melayani, mengayomi, memberi optmisme dan pencerahan kepada masyarakat yang mengalami keterpurukan ekonomi yang panjang.
Pemilihan Umum yang berkualitas merupakan manifestasi dari sistem pemerintahan negara yang demokratis yang berupaya membawakan aspirasi rakyat lewat perwakilan. Bila segala persyaratan penyelenggaraan terpenuhi, maka akan benar-benar terasa bahwa Pemilu adalah ''pesta'' demokrasi yang mengantarkan pada terwujudnya good governance.
Share:

ESENSI PEMILU

Penulis :
Berdasarkan konvensi Montevideo[1] tahun 1933, rakyat diakui sebagai salah satu entitas penting berdirinya Negara.Negara tidak bisa berdiri, kokoh dan kuat tanpa rakyat yang menjadi penopangnya. Rakyatlah yang berdaulat sehingga Negara pada akhirnya mendapatkan pengakuan oleh Negara lain sehingga memiliki kedaulatan ke dalam maupun ke daulatan keluar.
 Bersamaan dengan itu ditegaskan pula oleh para pemikir teori berdirinya Negara seperti Thomas Hobbes, John Locke, Jean Jeacques Rousseau dalam teori perjanjian (puctum subjectionis, puctum unionis) rakyat tidak sepenuhnya, haknya diserahkan/ digadaikan kepada sang “raja” atau penguasa yang sedang menanggung amanat rakyat. Ada hak-hak dasar yang tidak bias dirampas oleh raja dalam melaksanakan amanat rakyat, sebagai tindak lanjut mengatur kekuasaan dan cara menyalurkan tugas lembaga-lembaga Negara itu.
Dari pemahaman itulah muncul konsep demokrasi dan Negara hukum.Demokrasi dan Negara hukum setali tiga uang bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Oleh karena demokrasi tanpa hukum maka akan terjadi kesewenang-wenangan. Raja akan memanipulasi kepantingan rakyat tersebut hanya untuk kepentingan mempertahankan kekuasaan semata.
Dalam sebuah episode perjalanan panjang, milenesto demokrasi tidak lahir begitu saja.Berawal dari pemikir demokrasi yang mengkritik sistem pemerintahan yang cenderung despotis, hingga raja dengan merasa tulus akhirnya melepaskan sikap otoritariannya, agar lebih dominan mengutamakan kepentingan rakyat dalam berbagai aspek, seperti ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan.
Negara jaga malam(nachwaterstaat) yang hanya mengatur masalah ketertiban diformat dalam konsep lebih menitikberatkan pada kepentingan kesejahteraan rakyat.Konsep tersebut menjadi dasar pembentukan Negara-negara kesejahteraan, dari Negara maju hingga Negara berkembang.Tentu dikenal kedaulatan Tuhan, kedaulatan raja, kedaulatan rakyat, dan kedaulatan hukum sebagai bahagian perjuangan mencari pemerintahan yang ideal.
Kedaulatan rakyat dan kedaulatan hukum adalah dua jenis kedaulatan yang hingga akhir ini tidak pernah habis untuk diperbincangkan.Dalam mencari format yang dapat mengkombinasikan keduanya. Kedaulatan rakyat adalah cikal bakal lahirnya konsep demokrasi, sementara kedaulatan hukum cikal bakal yang melahirkan nomokrasi: nomos dan cracy(Negara hukum/ recht staat/ rule of law).Sehingga antara demokrasi dan nomokrasi tidak dapat dipisahkan sebagai salah satu teori yang mendasari legitimasi kekuasaan dapat menjalankan pemerintahan yang tidak despotis lagi.
Dalam konteks ini, demokrasi selalu dikatakan sebagai sistem yang tiada duanya atau tidak ada pilihan lain untuk menggunakannya sebagai salah satu sistem pemerintahan yang baik. Karena tidak ada sistem pemerintahan yang lebih layak dan baik, yang dapat digunakan selain demokrasi.
Demokrasi secara istilah berasal dari kata demos dan cratein. Demos berarti rakyat, sedangkan cratein berarti pemerintahan.Dengan demikian demokrasi adalah pemerintahan yang berdasarkan kepentingan rakyat.Semata-semata semua kepentingan rakyat tersublimasi melalui perwakilannya di lembaga Negara.Di ranah ini pulalah terbagi demokrasi dalam bentuk demokrasi langsung dan demokrasi tidak langsung.Oleh pemikir atau Mazhab Frankfrut juga memunculkan demokrasi yang dikenal sebagai demokrasi deliberatif.Adalah demokrasi yang menjunjung partisipasi rakyat tanpa memutus peran rakyat dalam setiap penyusunan kebijakan pemerintahan. Hinngga antara pemerintah dan rakyat terbangundalam  komunikasi yang partisipatoris.
Menurut Fransisco Budi Hardiman[2] mendefeniskan demokrasi deliberatif berarti bukanlah jumlah kehendak individual dan juga bukan sebuah kehendak umum yang merupakan sumber legitimitas, melainkan sumber legitimasi itu adalah proses formasi deliberatif, argumentatif diskursif suatu keputusan politis yang ditimbang bersama-sama yang senantiasa bersifat sementara dan terbuka untuk revisi.
Apayang diungkap oleh Budi Hardiman, legitimitas sebuah aturan adalah membutuhkan uji kelayakan publik, agar tidak memicu keguncangan terhadap partsipan hukum. Ketika aturan itu diterapkan.Oleh sebab itu Yudi Latif[3] menegaskan bahwa demokrasi deliberatif dalam menjalankan keputusan politik dikatakan benar jika memenuhi empat syarat.Pertama, harus didasarkan pada fakta, bukan hanya berdasarkansubjektivitas ideologis.Kedua, didedikasikan bagi kepentingan banyak orang, bukan demi kepentingan perseorangan atau golongan.Ketiga, berorientasi jauh ke depan, bukan pada demi kepentingan jangka pendek politik dagang sapi yang bersifat kompromistis. Keempat, bersifat imparsial, dengan melibatkan dan mempertimbangkan pendapat semua pihak (minoritas terkecil sekalipun) secara inklusif. Dalam model itu,legitimasi demokrasi tidak  ditentukan oleh seberapa banyak dukungan atas suatu keputusan, melainkan seberapa luas dan dalam melibatkan proses deliberasi.
Jika diperhatikan baik, demokrasi deliberatif lebih banyak menyoroti pada pengambilan keputusan, atau pada penciptaan Undang-undang yang akan mengatur semua kebijakan baik yang menentukan tugas dan kewenangan semua lembaga Negara maupun regulasi yang dibentuk untuk tujuan hukum materil (seperti hukum pidana dan perdata) ataukah  peraturan yang sifatnya umum abstrak, dikenal sebagai regeling dalam klasifikasi aturan berdasarkan Ilmu Hukum Administrasi Negara.
Berbeda dengan demokrasi langsung dan demokrasi tidak langsung lebih erat membahas materi pengisian jabatan dalam lembaga Negara. Apakah secara langsung atau secara tidak langsung ?menjadi wakil atau penyalur aspirasi rakyat. Pada posisi yang demikian demokrasi menjadi teori yang sangat penting untuk menggerakan cara atau alat melalui pemilu dapat mewujudkan demokrasi yang seutuhnya tercipta berdasarkan keputusan dan kemauan rakyat.
Tidak ada cara atau sarana lain yang dapat digunakan selain pemilu yang dapat mengejawantahkan teori perjanjian rakyat kalau bukan melalui pemilu. Dan semua Negara yang mengakui dan menganut demokrasi di dunia  melaksanakan pemilu agar dapat mewujudkan demokrasi. Hal tersebut menyebabkan tesis Fukuyama[4] tidak ada yang dapat membantahnya kalau demokrasi liberal sebagai puncak kemenangan yang ahirnya dianut oleh Negara berkembang, bahkan Negara Islampun diakui oleh Fukuyama pada akhirnya juga akan menganut demokrasi.
Sumber; politik.kompasiana.com
Sumber; politik.kompasiana.com
Pemilihan umum juga dapat dikatakan sebagai anak kandung demokrasi yang dijalankan untuk mewujudkan prinsip kedaulatan rakyat dalam fenomena ketatanegaraan. Prinsip-prinsip dalam pemilihan umum yang sesuai dengan konstitusi antara lain prinsip kehidupan ketatanegaraan yang berkedaulatan rakyat (demokrasi) ditandai bahwa setiap warga negara berhak ikut aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan kenegaraan. Melalui pemilu pula dapat terwujud dua konsep demokrasi dan Negara hukum yang telah diamanatkan dalam konstitusi (UUD NRI Tahun 1945).Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat 2 “kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang.Selanjutnya dalam Pasal 1 ayat 3 ditegaskan “Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum.”
Dari prinsip-prinsip pemilu tersebut dipahami bahwa pemilu merupakan kegiatan politik yang sangat penting dalam proses penyelenggaraan kekuasaan dalam sebuah negara yang menganut prinsip-prinsip demokrasi.
Sebagai syarat utama dari terciptanya sebuah tatanan demokrasi secara universal, pemilihan umum adalah lembaga sekaligus praktik politik yang memungkinkan terbentuknya sebuah pemerintahan perwakilan (representative government).Karena dengan pemilihan umum, masyarakat secara individu memiliki hak dipilih sebagai pemimpin atau wakil rakyat maupun memilih pemimpin dan wakilnya di lembaga legislatif.
Menurut Robert Dahl[5], bahwa pemilihan umum merupakan gambaran ideal dan maksimal bagi suatu pemerintahan demokrasi di zaman modern. Pemilihan umum dewasa ini menjadi suatu parameter dalam mengukur demokratis tidaknya suatu negara, bahkan pengertian demokrasi sendiri secara sedehana tidak lain adalah suatu sistem politik dimana para pembuat keputusan kolektif tertinggi di dalam sistem itu dipilih melalui pemilihan umum yang adil, jujur dan berkala. Pemilu memfasilitasi sirkulasi elit, baik antara elit yang satu dengan yang lainnya, maupun pergantian dari kelas elit yang lebih rendah yang kemudian naik ke kelas elit yang lebih tinggi. Sikulasi ini akan berjalan dengan sukses dan tanpa kekerasan jika pemilu diadakan dengan adil dan demokratis.
Di dalam studi politik, pemilihan umum dapat dikatakan sebagai sebuah aktivitas politik dimana pemilihan umum merupakan lembaga sekaligus juga praktik politik yang memungkinkan terbentuknya sebuah pemerintahan perwakilan.
Di dalam negara demokrasi, pemilihan umum merupakan salah satu unsur yang sangat vital, karena salah satu parameter mengukur demokratis tidaknya suatu negara adalah dari bagaimana perjalanan pemilihan umum yang dilaksanakan oleh negara tersebut.Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan oleh rakyat.Implementasi dari pemerintahan oleh rakyat adalah dengan memilih wakil rakyat atau pemimpin nasional melalui mekanisme yang dinamakan dengan pemilihan umum. Jadi pemilihan umum adalah satu cara untuk memilih wakil rakyat.
Pemilihan umum mempunyai beberapa fungsi yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Pemilu sebagai sarana legitimasi politik. Fungsi legitimasi ini terutama menjadi kebutuhan pemerintah dalam sistem politik yang mewadahi format pemilu yang berlaku.Melalui pemilu, keabsahan pemerintahan yang berkuasa dapat ditegakkan, begitu pula program dan kebijakan yang dihasilkannya.Dengan begitu, pemerintah, berdasarkan hukum yang disepakati bersama, tidak hanya memiliki otoritas untuk berkuasa, melainkan juga memberikan sanksi berupa hukuman dan ganjaran bagi siapapun yang melanggarnya. Menurut Ginsberg[6], fungsi legitimasi politik ini merupakan konsekuensi logis yang dimiliki oleh pemilu, yaitu untuk mengubah suatu keterlibatan poltik massa dari yang bersifat sporadik dan dapat membahayakan menjadi suatu sumber utama bagi otoritas dan kekuatan politik nasional.
Paling tidak ada tiga alasan mengapa pemilu bisa menjadi sarana legitimasi politik bagi pemerintah yang berkuasa.Pertama, melalui pemilu pemerintah sebenarnya bisa meyakinkan atau setidaknya memperbaharui kesepakatan-kesepakatan politik dengan rakyat.Kedua, melalui pemilu, pemerintah dapat pula mempengaruhi perilaku rakyat atau warganegara. Tak mengherankan apabila menurut beberapa ahli politik aliran fungsionalisme, pemilu bisa menjadi alat kooptasi bagi pemerintah untuk meningkatkan respon rakyat terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuatnya, dan pada saat yang sama memperkecil tingkat oposisi terhadapnya (Edelman, 171, Easton, 1965, Shils 1962, Zolberg, 1966). Ketiga, dalam dunia modern para penguasa dituntut untuk mengandalkan kesepakatan dari rakyat ketimbang pemaksaan (coercion) untuk mempertahankan legitimasinya.
Gramsci[7] bahkan menunjukkan bahwa kesepakatan (consent) yang diperoleh melalui hegemoni oleh penguasa ternyata lebih efektif dan bertahan lama sebagai sarana kontrol dan pelestarian legitimasi dan otoritasnya ketimbang penggunaan kekerasan dan dominasi.Terkait dengan pentingnya pemilu dalam proses demokratisasi di suatu Negara, maka penting untuk mewujudkan pemilu yang memang benar-benar mengarah pada nilai-nilai demokrasi dan mendukung demokrasi itu sendiri.
Pemilihan akan sistem pemilu adalah salah satu yang sangat penting dalam setiap Negara demokrasi, kebanyakan dari sistem pemilu yang ada sebenarnya bukan tercipta karena dipilih, melainkan karena kondisi yang ada di dalam masyarakat serta sejarah yang mempengaruhinya. Untuk menguraikan substansi dalam pemilu, selanjutnya di bawah ini akan dikemukakan lebih lanjut pendefenisian pemilihan umum.[8]
Dari berbagai pendekatan dan sudut pandang, banyak pengertian mengenai pemilihan umum. Namun intinya pemilihan umum merupakan sarana untuk mewujudkan asas kedaulatan di tangan rakyat sehingga pada akhirnya akan tercipta suatu hubungan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pemilu tidak lain merupakan instisari dari pada demokrasi.
Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan umum pada bagian pertimbangan, menimbang bahwa untuk memilih anggota dewan Perwakilan Rakyat, Dewan perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pemilihan umum sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat yang aspiratif, berkulitas, dan bertanggung jawab berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945. Selanjutnya pada bagian pertimbangan yang lain, dibentuk UU ini (bagian b) bahwa pemilihan umum wajib menjamin tersalurkannnya suara secara langsung, umum, bebas, rahasia, dan jujur.
Demikian juga dalam Bab I ketentuan umum ditegaskan bahwa pemilihan umum adalah sarana pelaksana kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia bedasarkan pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.
Dalam pernyataan umum Hak Asasi Manusia (DUHAM) Pasal 21 ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan negerinya secara langsung atau melalui wakil-wakilnya yang dipilih secara bebas.
Hak untuk berperan serta dalam pemerintahan ini berkaitan dengan tidak dipisahkan dengan hak berikutnya dalam ayat 2 yaitu: bahwa setiap orang mempunyai hak untuk memperoleh akses yang sama pada pelayanan oleh pemerintahan dalam negerinya.Selanjutnya untuk mendukung ayat-ayat tersebut dalam ayat 3 ditegaskan asas untuk mewujudkan kedaulatan rakyat yang melandasi kewenangan dan tindakan pemerintah suatu Negara yaitu: “kehendak rakyat hendaknya menjadi dasar kewenangan pemerintah; kehendak ini hendaknya dinyatakan di dalam pemilihan-pemilihan sejati dan periodik yang bersifat umum dengan hak pilih yang sama dan hendaknya diadakan dengan pemungutan suara rahasia atau melalui prosedur pemungutan suara bebas.”
Pernyataan umum Hak Asasi Manusia PBB Pasal 21 tersebut di atas, terutama Pasal 3 merupakan penegasan asas demokrasi yaitu bahwa kedaulatan rakyat harus menjadi dasar bagi kewenangan pemerintahan dan kedaulatan rakyat melalui suatu pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, dan rahasia.
Pemilu kini telah menjadi token of membership bagi sebuah Negara jika ingin bergabung dalam sebuah masa peradaban yang bernama demokrasi. Dalam konteks ini pemilu adalah salah satu ornament paling penting dalam modernitas politik, semenjak demokrasi dan manifestasi proseduralnya menjadi pilihan yang nyaris bagi penyelenggaraan Negara. Pemilu juga merupakan salah satu ukuran terpenting bagi derajat partsipasi politik di sebuah Negara.Pemilu menjadi arena kompetisi untuk mengisi jabatan-jabatan politik di pemerintahan yang didasarkan pada pilihan formal dari warga negara yang memenuhi syarat untuk dipilih.
Pemilu di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/ Kota. Setelah amandemen keempat UUD NRI Tahun 1945 pada tahun 2002, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, disepakati untuk langsung dipilih oleh rakyat, sehingga Pilprespun dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian dari rezim pemilu di adakan pertama kali dalam pemilu Tahun 2004.Pada tahun 2007, berdasarkan undang-undang Nomor 22 Tahun 2007, Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu. Meskipun di tengah masyarakat kadang istilah Pemilu lebih banyak merujuk kepada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang diadakan setiap lima tahun sekali.
Penting juga untuk menjadi catatan dalam membahas masalah pemilu, yakni prinsip yang dianut dalam penyelenggaraan pemilu, yaitu pemilu yang dilaksanakan secara luber dan jurdil, yang mengandung pengertian bahwa pemilihan umum harus diselenggarakan secara demokratis dan transparan berdasarkan pada asas-asas pemilihan yang bersifat langsung, umum, bebas, dan rahasia, serta jujur dan adil.
Langsung berarti rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara. Umum berarti pada dasarnya semua warga Negara yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia yang berumur 17 tahun atau telah pernah kawin berhak ikut memiilih dalam pemilihan umum. Sedangkan warga Negara yang berumur 21 tahun berhak untuk dipilih.
Jadi, pemilihan yang bersifat umum mengandung makna yang menjamin kesempatan yang berlaku secara holistik bagi semua warga Negara yang telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa diskriminasi (pengecualian) berdasarkan misalnya acuan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, dan status sosial.[9]
Bebas berarti setiap warga Negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa ada tekanan dan paksaan dari siapapun.Di dalam melaksanakannya setiap waga Negara dijamin keamanannya sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya.Rahasia berarti dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pemilihnya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada suaranya diberikan.Jujur berarti dalam menyelenggarakan pemilihan umum, penyelenggara, pelaksana, pemerintah, partai politik peserta pemilu, pengawas dan pemantau pemilu, termasuk pemilih serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang brelaku. Adil berarti dalam menyelenggarakan pemilu, setiap pemilih dan partai politik peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecuarangan dari pihak manapun.
Akhirnya dari semua penjelasan tentang pemilihan umum di atas, membincangkan ranah pemilu sebagai perwujudan Negara demokrasi dan Negara hukum adalah perbincangan yang tidak akan ada ujung pangkalnya. Pemilihan umum seringkali disangkutpautkan dengan pesta demokrasi, ketika semua rakyat dari berbagai lapisan dan struktrur sosial berbondong-bondong baik secara personal maupun komunal (Partai) turut serta dalam menentukan pemimpin atau wakil rakyat untuk memimpin roda pemerintahan secara arif dan bijaksana.
Dalam mekanisme pemilu tersebut mulai dari pendaftaran pemilu, penentuan DCS, DCT, penyusunan DPS, penyelenggaraan kampanye, sampai pada perhitungan hasil pemungutan suara tidak sedikit memunculkan sengkarut dalam masalah penegakan hukum pidana pemilu. Oleh sebab itu Undang-undang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD tidak hanya mengatur masalah pengadministrasian data pemilih, data hasil perhitungan suara, data peserta pemilu. Melainkan juga berada dalam ruang lingkup hukum pidana.
Sejauh ini dalam KUHP juga sudah diatur masalah atau ketentuan tindak pidana pemilu. Namun lex specialis memberi tindak pidana khusus dalam hukum pidana pemilu melaluiUndang-undang Pemilu, yang sengaja diintegrasikan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 dengan tujuan menjalankan prinsip demokrasi dan pemilu yang transparan, jujur, adil, proprsional. Tentunya dengan mekanisme Hukum Acara Pidana yang diatur tersendiri dalam Undang-Undang Pemilu. Seperti pelaporan tindak pidana pemilu kepada Panwaslu atau Bawaslu hanya dalam jangka waktu 7 hari, dalam Undang-undang tersebut ditambah waktunya dibandingkan undang-undang sebelumnya, yang  hanya dalam jangka waktu tiga hari diberikan kepada pelapor untuk melaporkan tindak pidana pemilu jika diketahui adanya pelanggaraan maupun  kejahatan dalam penyelenggaraan pemilu.
Permasalahan lain yang menjadi rumit dalam penegakan hukum pidana pemilu adalah bukan hanya mengatur masalah pelanggaran yang terjadi pada masa kampanye. Melainkan mulai semua dari tahapan penyelenggaraan pemilu. Oleh karena pemilu hanya dapat dikatakan sukses jika melewati dua tahap yaitu tahap proses dan tahap hasil.  Menurut Guy S. Goodwin Gill[10] ada sepuluh rangkaian dalam proses pemilu yang rentang mendatangkan masalah diantaranya:
  1. Sistem dan undang-undang pemilu.
  2. Pembatasan konstituen.
  3. Pengelolaan pemilu
  4. Hak pilih.
  5. Pendaftaran  pemilih.
  6. Pendidikan kewarganegaraan dan informasi kepada pemilih.
  7. Calon, partai, dan organisisi politik, termasuk pedanaan.
  8. Kampanye pemilu termasuk perlindungan dan penghormatan HAM, pertemuan politik dan akses serta liputan media.
  9. Pencoblosan, pemantauan dan hasil pemilu
  10. Penanganan pengaduan dan penyelesian sengketa.
Jika diringkas ke sepuluh tahap tersebut maka hanya terbagi tiga yaitu prahari pemilu, hari “H” pemilu itu sendiri dan pasca pemilu.Pada bagian atau ketiga tahapan ini penegakan hukum pidana jika dicermati dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 telah mengatur beberapa model tindak pidana pemilu yang diatur di dalamnya.
Berbeda halnya dengan  Office for Democratic Institutions and Human Right[11]dalam mewujudkan pemilu yang demokratis persolan yang terbesar dihadapi selain masalah peraturan pemilu atau UU Pemilu yang disebut electoral law juga sangat dipengaruhi oleh wilayah electoral proses yang meliputi Sembilan komponen yaitu pengaturan daerah pemilihan (districting), administrasi pemilu (election administration), hak pilih dan pendaftaran pemilih (suffrage right and voter registration), pendidikan kewarganegaraan  dan informasi pemilih (civis education and voter informative), kandidat, partai politik dan pendanaan kampanye (candidates, political parties and campaign spending), akses media dan perlindungan kebebasan berbicara dan berekspresi di dalam kampanye (media accses and protection of speech and expression in electoral campaign) pemungutan suara (balloting), pemantauan pemilu (election observation) dan penyelesaian sengketa pemilu (resolution of election dispute)
 Masih berkaitan dengan tahapan penyelenggaraan pemilu, bukan hanya bagian kompetensi Pidana saja, melainkan juga terdapat pelanggaraan administrasi yang diproses oleh KPU dan Bawaslu/ Panwaslu, pelanggaran Pidana yang melalui tahapan hukum acara pemeriksaan KUHAP, dan  masalah hukum yang diselesaikan oleh MK terkait masalah hasil perhitungan suara oleh KPU.
Oleh karena itu ke depannya dengan revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 melalui Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012, sebagai pedoman untuk persiapan pemilu 9 April 2014 mendatang. Perlu diidentifikasi tindak pidana pemilu apa saja yang ada dalam Undang-undang tersebut dan formulasi kebijakan apa yang perlu diterapkan terhadap ketentuan tindak pidana pemilu di masa mendatang, proses penyelesaian tindak pidananya yang masih lemah, sehinggga penegakan hukum pidana pemilu dirasa belum berjalan efektif.

[1] Menurut konvensi Montevideo (sebuah kota di Uruguay) tahun 1933, merupakan konvensi hukum internasional, dimana Negara mempunyai empat unsur konstitutif meliputi:
  1. Harus ada penghuni (rakyat, penduduk, warga Negara)
  2. Harus ada wilayah tertentu atau lingkungan kekuasaan
  3. Harus ada kekuasaan tertinggi (penguasa yang berdaulat) pemerintah yang  berdaulat.
  4. Kesanggupan berhubungan dengan Negara-negara lainnya.
  5. Pengakuan (deklaratif)
Lihat dalam Samidjo, 1986, Ilmu   Negara, Bandung, Armico, Hlm.  34.
[2] F. Budi Hardiman, 2009, Demokrasi Deliberatif, Yogyakarta, Kanisius, Hlm. 129.
[3]Majalah Prisma, Vol 28 Juni 2009, Hlm. 23.
[4] Francis Fukuyama, 2001, Kemenangan Kapitalisme dan Demokrasi Liberal, Yogyakarta, Qalam, Hlm. 79
[5]Abdul Aziz Hakim, 2011.Negara Hukum dan Demokrasi, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, Hlm. 177
[6] Benyamin Ginsberg, 1982, The Consequences of consent: Elections, Citizen control and Popular Acquisecence, Mass:Addison-Wesley Publishing. Hlm. 123
[7] Antonio Gramsci, 1978, Selection from the Prison Notebook, Translation by Q Hoare and N Smith, New York, International Publisher, Hlm. 56.
[8] Muhaimin, 2012, Golput dalam Optik Santri, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, Hlm. 23
[9]Berdasarkan asas umum pemilu tersebut sehingga fungsi pemilu dalam menjalankan kebijakan afirmasi (bukan semata fungsi representasi politik), maka quota perempuan merupakan syarat bagi partai politik dapat lolos dalam verifikasi adminitrasi agar dapat menjadi peserta pemilu berdasarkan Undang-undang Nomor 8 tahun 2012.Kajian peran perempuan dalam politik diulas secara lengkap oleh Ani Soetjipto, 2011, Politik Harapan (Perjalanan Politik Perempuan Indonesia Pasca Reformasi), Tangerang, Marjin Kiri.
[10] Burhanuddin Muhtadi, 2013, Perang  Bintang 2014,  Bandung, Noura Books. Hlm. 49.
[11] Jenedjri M. Gaffar, 2012, Politik Hukum Pemilu, Jakarta, Konstitusi Press, Hlm. 76

( Sumber : http://www.negarahukum.com/hukum/esensi-pemilu.html )

Share:

Recent Posts

Portal Berita Online


Diberdayakan oleh Blogger.

Look!

games

Flag Counter

Total Tayangan Halaman

 
Selamat datang di blog saya, Terima kasih telah berkunjung di blog saya.. Semoga anda senang!!
- See more at: http://blogharun26.blogspot.co.id/2013/07/cara-membuat-tulisan-berjalan-melayang.html#sthash.C3owDUfr.dpuf