Selamat Datang!

Selamat berkunjung, semoga anda senang.

This Is

My Project

Share My Experience

For All Of You

Senin, 07 Agustus 2017

Materi Kuliah Hukum Perdata: Hak Kebendaan (Zakelijk Recht)


Hak kebendaan (Zakelijk Recht) ialah hak mutlak atas sesuatu benda dimana hak itu memberikan kekuasaan langsung (untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu) terhadap suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga. Hak kebendaan itu merupakan salah satu jenis dari hak keperdataan, jadi di samping hak kebendaan maasih ada hak-hak ke Perdataan yang lain.

Dengan mengingat berlakunya UUPA, maka hak kebendaan yang diatur dalam Buku II KUH  Perdata dibedakan sebagai berikut:

Hak-hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan, antinya pemilik hak tersebut dapat menikmati, mengambil manfaatnya, menggunakan dan mengambil buahnya. Hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan ini dapat atas benda miliknya sendiri, misalnya hak milik atas benda bergerak dan bezit terhadap benda bergerak dari hak kebendaan yang bersifat memberikan kenikmatan atas benda milik orang lain. Misalnya: bezit atas benda bergerak, hak memungut hasil dan hak pakai atas benda bergerak.
Hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan, dimana pemilik hak tersebut tidak mempunyai hak untuk menikmati, mengambil mamfaat, menggunakan dan mengambil buah dari bendanya. Benda disimpan dan dirawat sedemikian rupa untuk dijadikan jaminan suatu utang. Apabila debitur wanprestasi, maka kreditur diberi hak untuk menjual benda tersebut untuk mengambil pelunasan piutangnya. Berkaitan dengan jaminan utang debitur kepada kreditur menunut KUH Perdata terdapat 2 (dua) macam jaminan, yaitu jaminan umum dan jaminan khusus. Jaminan umum adalah jaminan yang meliputi seluruh harta kekayaan debitur sebagaimana ditentukan dalam pasal 1131 KUHPerdata “Semua benda bergerak dan tidak bergerak dari debitur baik yang sudah ada maupun yang masih akan ada, semuanya menjadi tanggugan bagi perutangan-perutangan pribadi debitur itu”.


A. Hak-Hak  Kebendaan yang Bersifat  Memberikan Kenikmatan

1. Hak Milik

a. Pengertian Hak milik

Seperti telah dijelaskan dimuka, bahwa setelah berlakunya UUPA maka pasal-pasal atau ketentuan-ketentuan yang mengatur hak milik ini hanya berlaku pada hak milik atau benda-benda bergerak. Menurut Pasal 570 KUHPerdata : Hak milik adalah hak untuk menikmati suatu benda itu dengan sebebas-bebasnya, asal  dipergunakan tidak bertentangan dengan Undang-Undang atau peraturan umum yang diadakan oleh kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk itu dan asal tidak menimbulkan gangguan terhadap hak-hak orang lain; kesemuanya itu dengan tak mengurangi kemungkinan adanya pencabutan hak itu untuk kepentingan umum, dengan pembayaran pengganti kerugian yang layak dan menurut ketentuan Undang-Undang.

Dari ketentuan tersebut dapat kita simpulkan bahwa hak milik merupakan hak yang paling utama jika dibandingkan dengan hak-hak kebendaan yang lain, karena yang mempunyai hak dapat menikmatinya dengan sepenuhnya dan menguasainya dengan sebebas-bebasnya terhadap bendanya. Dengan demikian pemilik benda dapat memperlakukan (menjual, menghibahkan, menukarkan, mewakafkan), membebani (gadai, fiducia), menyewakan dan sebagainya. Singkatnya dapat dengan bebas melakukan tindakan hukum  terhadap bendanya. Selain itu pemilik dapat melakukan perbuatan-perbuatan yang materiil terhadap bendanya, misalnya memetik buahnya, memakainya menyimpannya, memelihara bahkan merusaknya.

Hak milik merupakan hak yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun baik orang lain yang bukan pemilik manapun oleh pembentuk undang-Undang atau penguasa dimana melainkan harus ada ganti kerugian dan harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Hak milik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

Merupakan hak induk terhadap hak kebendaan yang lain. Contohnya dari hak milik akan melahirkan hak pakai, hak memungut hasil dan hak gadai.
Merupakan hak yang selengkap-lengkapnya. Artinya orang yang mempunyai hak milik suatu benda dapat dengan bebas untuk melakukan perbuatan hukum  maupun perbuatan materiil terhadap bendanya.
Hak milik mempunyai sifat yang tetap, artinya tidak akan lenyap terhadap hak kebendaan lain. Contoh: hak milik yang dibebani hak memungut hasil, maka hak milik itu tetap ada.
Hak milik mengandung benih dari semua hak kebendaan lain. Contoh: Hak memungut hasil benihnya adalah hak milik.
Pembatasan-pembatasan terhadap penggunaan hak milik.
Meskipun hak milik itu merupakan hak yang selengkap-lengkapnya dan tidak dapat diganggu gugat, namun dalam mempergunakan hak miliknya orang harus mengingat batasan-batasan terhadap penggunaan hak milik tersebut. Batasan-batasan terhadap penggunaan hak milik tersebut adalah:

Penggunaan hak milik tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang dan peraturan-peraturan umum (Pasal 570 KUHPerdata).
Penggunaan hak milik tidak boleh menimbulkan gangguan (pasal 570 KUH Perdata).
Adanya kernungkinan pencabutan hak mllik untuk kepentingan umum (Pasal 570 KUHPerdata).
Pembatasan oleh hukum tetangga, misalnya adanya kewajiban untuk menerima aliran air dani tanah yang lebih tinggi ke tanah yang lebih rendah, jadi tidak boleh membendungnya.
Dalam mempergunakan hak milik tidak boleh melakukan penyalahgunaan hak.
Apabila orang menggunakan hak miliknya kemudian menimbulkan ganguan kepada orang lain, maka menggugatnya tidak berdasarkan Pasal 570 KUHPerdata, tetapi berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata yang mengatur tentang perbuatan melawan hukum  (onrechtmatige daad). Apabila gangguan tersebut menimbulkan kerugian yang bersifat materiil (kerugian harta kekayaan) maka disebut “Zaaksbeschadiging”, dan bila menimbulkan kerugian immateriil disebut “hinder”.

Zaaksbesechadiging tidak selalu merupakan perbuatan melawan hukum, tapi dalam hal-hal tertentu perbuatan tersebut diperbolehkan. Bendasarkan hal demikian, maka Pitlo menggolongkan zaaksbeschadiging dalam 4 (empat) tipe:

1) Perbuatan yang onrechtmatige terhadap keadaan hak milik yang normal. Contoh: Seorang pengendara sepeda motor yang menabrak penjual bakso ditepi jalan, sehingga bakso tumpah dan penjual bakso menderita kerugian sebesar Rp 250.000,-. Tidak peduli apakah perbuatan itu dilakukan dengan sengaja atau tidak (karena kealpaan), maka pengendara sepeda motor harus mengganti kerugian tersebut. Jadi perbuatan menabrak adalah onrechtmatige, sedang keadaan hak milik penjual bakso (rombong bakso) adalah normal.

2) Perbuatan onrechtmatige terhadap hak milik yang tidak normal. Contoh : Seseorang memiliki barang pecah belah dari kristal diletakkan di meja kecil dekat jendela. Kemudian ada, anak tetangga yang bermain batu sehingga memecahkan kaca jendela dan kristal tadi. Dalam kasus ini meskipun perbuatan memecahkan Kristal  merupakan onrechtmatige, tetapi anak tersebut tidak harus mengganti kerugian karna letak kristal yang tidak normal. Dengan demikian pemilik kristal sendiri yang memikul resiko kerugian.

3) Perbuatan rechtmatige terhadap hak milik yang norrmal. Contohnya seseorang rumahnya terbakar, untuk dapat keluar dari rumahnya orang tersebut harus memecah gelas jendela tetangganya. Perbuatan demikian adalah rechtmatige (tidak melanggar hukum ) karena dilakukan untuk menyelamatkan diri, sedangkan keadaan tetangga adalah normal. Akan tetapi atas perbuatannya itu orang tersebut mengganti kerugian kepada pemilik rumah untuk memperbaiki jendela, apabila ia menolak, maka perbuatannya tadi merupakan perbuatan onrechtmatige.

4) Perbuatan rechtmatige terhadap keadaan hak miiik yang tidak normal. Contoh: Seseorang untuk mennbangun rumah menggunakan mesin-mesin yang menggetarkan. Sehingga jam dinding dan lukisan tetangga yang digantung di dinding berjatuhan dan rusak. Dalam hal seperti ini pekerjaan yang menggunakan mesin tersebut harus dihentikan untuk memberi kesernpatan kepada tetangga untuk menyelamatkan barang-barangnya atas biaya sendiri. Perbuatan pembangunan rumah adalah rechtmatige, sehingga menaruh barang-barang di dinding sementara ada getaran-getaran mesin untuk pembangunan rumah adalah penempatan barang yang tidak normal. Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa penggunaan hak milik seseorang yang menimbulkan gangguan kepada orang lain dapat berupa zaaksbeschadiging dan hinder. Adapun unsur-unsur adanya hinder adalah:

a) Ada perbuatan yang melawan hukum .

b) Perbuatan itu bersifat mengurangi/menghilangkan kenikmatan dalam penggunaan hak milik seseorang.

Contoh perbuatan adanya hinder: Seseorang mendirikan usaha ternak ayam broiler dimana kotoran ayam broiler tersebut menimbulkan bau yang sangat tidak sedap bagi tetangga-tetangganya. Dalam hal demikian, peternak ayam tersebut dapat digugat berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata karena telah melakukan hinder. Pedoman mengenai gangguan yang memberi alasan untuk digugat berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata adalah:

a) Gangguan itu harus terhadap penggunaan hak milik secara normal, dan ini harus diukur menurut ukuran obyektif.

b) Gangguan harus mengenai pemakaian hak milik sendiri, bukan pemakaian hak milik orang lain

c  Gangguan itu harus mengenai pemakaian yang sesungguhnya dari hak milik seseorang.

Pembatasan terhadap penggunaan hak milik selanjutnya adalah penyalahgunaan hak (Misbruik Van Recht), yakni menggunakan haknya sedemikian rupa sehingga menimbulkan kerugian terhadap hak orang lain.

Ajaran mengenai misbruik van recht itu mula-mula tumbuh di Perancis yaitu di Colmar nampak dari keputusan pengadilan Colmar yaitu Lozen Schoorsteen – Arrest: seseorang mendirikan cerobong asap yang palsu di rumahnya, hanya dengan maksud untuk mengganggu pemandangan tetangganya, kemudian digugat di muka Pengadilan. Pengadilan kemudian memutuskan sebagai misbruik van recht.

Ada 2 (dua) pendapat tentang unsur-unsur agar suatu  perbuatan itu dikatakan perbuatan yang menyalah gunakan hak:

1) Pendapat dari Yurisprudensi yang menyatakan bahwa untuk adanya penyalah gunaan hak adalah perbuatan itu harus tidak masuk akal dan dilakukan dengan maksud untuk merugikan orang lain.

2) Pendapat dari Pitlo yang mengatakan bahwa untuk adanya penyalah gunaan hak, tidak perlu bahwa pengguna hak milik itu harus tidak masuk akal dan harus dengan maksud untuk merugikan orang lain seperti pendapat Yurisprudensi. Meskipun perbuatannya itu masuk akal dan perbuatannya itu tidak dilakukan dengan maksud untuk merugikan orang lain, tetapi jika mamfaat yang diperoleh orang yang menggunakan hak miliknya itu tidak seimbang (lebih sedikit) dengan kerugian yang diderita oleh orang lain, maka sudah terdapat penyalahgunaan hak.

Apabila terdapat penyalahgunaan hak maka dasar gugatannya adalah Pasal 1365 KUHPerdata. Gugatan penggugat terhadap tergugat untuk mempertahankan hak miliknya atas dasar Pasal 1365 KUHPerdata dapat berupa:

1) Gugat Revindicatie, yakni pemilik minta pada hakim agar barang miliknya yang dikuasai oleh tergugat disita (Pasal 574KUH Perdata).

2) Putusan declaratoir dari hakim, yakni minta kepada hakim supaya penggugat dinyatakan sebagai orang yang berhak atas suatu barang.

3 Apabila hak milik seseorang selalu diganggu oleh orang lain, ia dapat minta kepada hakim untuk menghentikan gangguan tersebut.

4) Apabila hak milik seseorang dirusak oleh orang lain, ia dapat minta kepada hakim supaya memutuskan orang yang merusak memulihkan seperti keadaan semula atau minta ganti kerugian dalam wujud uang.

5) Apabila benda bergerak dikuasai orang lain, maka pemilik dapat meminta kepada hakim supaya benda tersebut diserahkan kembali padanya. Dalam hal yang dikuasa benda tidak bergerak gugatan dapat.   b. Cara memperoleh Hak Milik

Cara memperoleh hak milik ditentukan dalam Pasal 584 KUHPerdata diluar Pasal 584 KUHPerdata. Pasal 584 KUHPerdata menyebutkan secara limitatif cara-cara memperoleh hak milik:

1) Pendakuan adalah memperoleh hak milik benda bergerak dengan cara mendaku dari barang-barang bergerak yang belum ada pemiliknya atau tidak ada pemiliknya (Pasal 585 KUHPerdata) contoh: mengambil ikan di sungai.

2) Ikutan atau perlekatan adalah cara memperoleh hak milik benda bergerak karena benda itu mengikuti atau melekat pada benda lain (Pasal 588 KUHPerdata). Contoh: Apabila seseorang memiliki lembu, kemudian lembu itu beranak maka anak lembu itu ikut menjadi milik orang itu.

3) Lempaunya waktu atau kadaluwarsa atau verjaring adalah memperoleh hak milik dengan cara membezit terlebih dahulu benda itu kemudian setelah lannpaunya jangka waktu tertentu bezitter menjadi pemilik benda itu. Lampaunya waktu atau verjaring ada 2 (dua) macam:

a) Acquisitieve Verjaring adalah verjaring sebagai alat untuk memperoleh hak-hak kebendaan di antaranya hak milik.

b) Extinctieve Verjaring adalah venjaring sebagai alat untuk dibebaskan dari suatu perutangan.

Menurut Pasal 1967 KUHPerdata, bahwa segala tuntutan hukum, baik yang bersifat perbendaan maupun yang bersifat perseorangan hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu 30 (tiga puluh) tahun.

Adapun cara memperoleh hak milik dengan acquisitieve verjaring adalah sebagai berikut:

Harus ada bezitter sebagai pemilik.
Bezitter itu harus te goeder trouw (dengan itikat baik).
Mem-bezit-nya itu harus terus menerus, tak terputus.
Mem-bezit-nya harus tidak terganggu.
Mem-bezit-nya harus diketahui oleh umum.
Mem-bezit-nya harus selama waktu 20 tahun dalam hal ada alas hak (perjanjian) yang sah; atau 30 tahun dalam hal tidak ada alas hak (misalnya mem-bezit dengan cara mendaku).
Menurut Pasal 1963 KUHPerdata, benda (hak-hak) yang dapat diperoleh secara verjaring adalah:.

 Barang-barang yang tidak bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud.
Bunga-bunga dan piutang-piutang lainnya yang tldak dapat dibayar aan toonder (piutang atas bawa)
Setelah berlakunya UUPA, hak-hak atas tanah tidak dapat dimiliki dengan acquisitieve verjaring. Demikian juga benda bergerak dan piutang aan toonder (atas bawa) tidak dapat dimiliki secara verjaring, karena menurut Pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata bezitter benda-benda bergerak yang berwujud dan piutang yang aan toonder dianggap sebagai pemilik.

c) Pewarisan adalah memperoleh hak milik dengan cara mendapat bagian warisan dari pewaris. Apabila pewaris meninggal dunia, demi hukum harta kekayaannya berpindah menjadi milik ahli waris (asas saisine).

4) Penyerahan atau levering.. Cara yang penting dan yang paling sering terjadi dalam masyarakat adalah memperoleh hak milik melalui penyerahan (levering). Penyerahan adalah penyerahan suatu benda oleh pemilik atau atas namanya kepada orang iain, sehingga orang lain ini memperoleh hak milik atas benda itu. Jadi penyerahan diperlakukan apabila hak milik suatu benda dipindahkan kepada orang lain oleh pemiliknya atau atas namanya. Menurut sisten hukum  perdata dalam KUHPerdata perjanjian yang tujuannya memindahkan hak milik seperti jual beli, hibah dan tukar menukar harus diikuti dengan perbuatan hukum  yang namanya penyerahan, karena perjanjian-perjanjian tersebut perjanjian yang bersifat obligator. Artinya hanya melahirkan kewajiban saja, yakni kewajiban penjual, menghibah pemilik benda yang ditukar untuk menyerahkan barangnya, sebaliknya pembeli wajib menyerahkan benda miliknya yang ditukar. Berpindahnya hak milik benda setelah adanya penyerahan.

Benda dengan sistem KUHPerdata, menurut sistem Code Civil perpindahan hak milik suatu benda terjadi pada saat penutupan perjanjian,  jadi tidak mengenal lembaga penyerahan.

Ada beberapa cara penyerahan hak milik suatu benda:

a) Penyerahan benda bergerak berwujud menurut Pasal 612 ayat (1) KUHPerdata dilakukan dengan penyerahan nyata (feitelijk levering) atau penyerahan dari tangan ke tangan. Namun menurut Pasal 612 ayat (2) KUHPerdata penyerahan nyata ini adakalanya tidak perlu dilakukan, yakni apabila tenjadi 2 (dua) figur penyerahan:

Traditio brevi manu (penyerahan dengan tangan pendek). Misalnya A meminjam buku B, eigenaar buku itu kemudian karena membutuhkan uang lalu menjual buku itu kepada A. Dalam hal demikian itu levering tidak diperlukan sebab buku itu sudah ada pada A berdasarkan hubungan hukum  pinjam-meminjam tadi. A tadinya sebagai peminjam berubah jadi pemilik
Constitutum pessessorium (penyerahan dengan melanjutkan penguasaan atas bendanya). A pemilik dari sebuah buku karena membutuhkan, yang menjual bukunya kepada B. Akan tetapi karena A masih membutuhkan untuk mempelajarinya, maka A kemudian meminjam buku tersebut dari B. A tadinya sebagai pemilik berubah jadi peminjam.
b) Penyerahan benda bergerak yang tidak berwujud:

Penyerahan dari surat piutang aan toonder (atas bawa) diatur dalam pasal 1613 ayat (3) KUHPerdata dilakukan dengan penyerahan nyata. Ini kita lakukan sehari-hari misalnya jika kita membayar dengan uang kertas.
Penyerahan dari piutang op naam (atas nama) disebut dalam Pasal 613 ayat (1) KUHPerdata: dilakukan dengan cessie yaitu dengan cara membuat akte otentik atau akte di bawah tangan, dalam mana dinyatakan bahwa piutang itu telah dipindahkan kepada seseorang. Contoh cessie: Yang bertanda tangan di bawah ini A menyatakan telah menjual piutang sejumlah Rp 100.000.000 atas C kepada B dan dengan ini menyerahkan piutang-piutang tersebut kepada B “. Setelah dibuatnya akte tersebut maka harus diadakan pemberitahuan kepada debitur. Pasal 613 ayat (2) KUHPerdata: Penyerahan yang demikian itu baru mennpunyai akibat (mengikat terhadap debitur) sejak saat diadakan pemberitahuan kepadanya atau jika debitur telah menerima ataupun mengakui adanya pemindahan tersebut. Jadi artinya si debitur sekalipun tidak ada pemberitahuan tetap terikat oleh adanya Cessie tersebut jika ia telah menyetujui atau mengakui adanya pemindahan itu. Dalam hubungan ini kreditur yang memindahkan piutang tersebut cedent Kreditur yang baru itu disebut cessionaris sedang debitur dari piutang yang dipindahkan itu disebut Pemindahan piutang secara cessie ltu biasanya terjadi karena adanya jual beli.
Penyerahan dari piutang aan order (atas tunjuk) ini diatur dalam Pasal 613 ayat (3) KUHPerdata : dilakukan dengan penyerahan dari surat itu dan sertai dengan endossemen.
c) Penyerahan benda tidak bergenak. Selain tanah harus dilakukan dengan akte otentik, sedang penyerahan hak milik atas tanah dilakukan dengan cara balik nama di Kantor Pentanahan. Penyerahan demikian disebut Yuridis Levering atau penyerahan secara yuridis. Agar penyerahan itu itu sah maka harus memenuhi syarat :

Harus ada perjanjian yang zakelijk, yaitu perjanjian yang prestasinya (objeknya) memindahkan hak milik, misalnya balik nama.
Harus ada title (alas hak) yakni hubungan hukum yang mengakibatkan penyerahan atau peralihan barang, misalnya jual beli.
Harus dilakukan oleh orang yang memang menguasai benda tadi (asas nemoplus).
Harus ada penyerahan nyata.
Kemudian  cara memperoleh hak milik diluar Pasal 584 KUHPerdata adalah :

a)Penjadian atau pembentukan benda (Pasal 606 KUHPerdata). Misalnya punya pohon ditebang kemudian kayunya dibuat kursi.

b) Penarikan buahnya (Pasal 575 KUHPerdata), misalnya pemilik atau bezitter yang jujur dapat mengambil buah/hasil dari benda-benda yang dimiliki (diberikan).

c) Persatuan atau percampuran benda (Pasal 607-609 KUHPerdata) ialah memperoleh hak milik karena bercampurnya beberapa macam benda kepunyaan beberapa orang.

d)Pencabutan hak, yakni penguasa yang memperoleh hak milik dengan jalan pencabutan hak (Pasal 570 KUHPerdata).

e) Perampasan barang yang merupakan salah satu jenis hukum an pidana yang ditentukan dalam pasal 10 KUHPidana. Jadi penguasa dapat memperoleh hak milik dengan jalan perampasan barang milik terpidana.

f) Percampuran harta (Pasal 119 KUHPerdata), misalnya percampuran harta bersama milik suami isteri.

g) Pembubaran dari suatu badan hukum (Pasal 1665 KUHPerdata), misalnya dengan pembubaran suatu Perseroan Terbatas, maka masing-masing persero memperoleh harta kekayaan perseroan tersebut.

h) Abandonnement (Pasal 663 KUHDagang), yakni bahwa mengenai kapal-kapal dan barang-barang yang dipertanggungkan itu dapat diserahkan pada sipenanggung dalam hal ada pecah atau karamnya kapal.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan tentang cara memperoleh hak milik seperti tersebut diatas maka sifat memperoleh bisa secara originair dan bisa secara derivatif. Secara originair (asli) adalah cara mempeoleh hak milik tidak berasal dari orang yang lebih dulu memiliki benda itu, misal pendakuan, penarikan buahnya atau ikutan dan verjaring. Secara derivatif adalah memperoleh hak milik berasal dari orang yang lebih dahulu berhak atas benda itu. Jadi cara memperolehnya dengan bantuan dari orang yang mendahuluinya. Misal: jual beli, tukar menukar dan hibah.

Biasanya suatu hak milik itu hanya dimiliki oleh seorang pemilik, tetapi dalam Pasal 573 KUHPerdata menentukan kemungkinan adanya hak milik bersama artinya dua orang atau lebih menjadi pemilik bersama dari suatu benda. Menurut KUHPerdata hak milik bersama ada 2 (dua) macam:

a) Hak milik bersama yang bebas, dimana tidak ada hubungan lain antara mereka selain hal bersama menjadi pemilik. Contoh: dua orang atau lebih membeli sebuah mobil.

b) Hak milik bersama yang terikat, dimana mereka menjadi pemilik atas suatu benda itu sebagai akibat dari adanya hubungan yang sudah ada lebih dahulu antara para pemilik itu. Contoh: milik bersama mengenai harta perkawinan, harta peninggalan, harta perseroan.

Menurut Pasal 573 KUHPerdata bahwa pembagian benda yang merupakan kepunyaan lebih dari seorang dilakukan menurut aturan-aturan yang telah ditetapkan terhadap pemisahan dan pembagian harta peninggalan.

Pembahasan terakhir tentang hak milik adalah bagaimana cara hapusnya hak milik. Hak milik hapus apabila:

a) Karena orang lain memperoleh hak milik dengan salah satu cara untuk memperoleh hak milik, Misalnya: dengan cara membeli dari pemilik.

b) Karena binasanya benda.

c) Dilepaskan dengan sukarela oleh pemilik.

d) Dicabut untuk kepentingan umum.

Kedudukan Berkuasa (Bezit)
Bezit menurut Pasal 529 KUHPerdata adalah keadaan memegang atau menikmati sesuatu benda dimana seseorang menguasainya baik sendiri maupun dengan perantaraan orang lain, seolah-olah itu adalah kepunyaannya sendiri. Cara memperoleh bezit pada asasnya ada 2 (dua) cara :

Dengan jalan Occupatio mendaku atau menduduki bendanya. Memperoleh bezit dengan jalan occupatio dikatakan juga memperoleh bezit yang bersifat originair (asli). Artinya memperolehnya itu secara mandiri tanpa bantuan dari orang yang mem-bezit lebih dahulu. Dan ini bisa tertuju baik terhadap benda bergerak maupun benda tak bergerak. Jika tertuju terhadap benda yang bergerak ini bisa terhadap benda yang tak ada pemiliknya resnullius (misalnya : ikan di sungai, burung di hutan, buah-buahan di hutan dan lain-lain).
Dengan jalan traditio (penyerahan bendanya) memperoleh bezit dengan jalan traditio dikatakan juga mempenrleh bezit yang bersifat derivatief Artinya memperolehnya itu ialah dengan bantuan dari orang yang mem-bezit lebih dulu. Diperoleh dari tangan bezitter-nya yang lama ketangan bezitter yang baru.
Bezit harus dibedakan dengan detentie. Dalam hal bezit, orang yang mem-bezit (bezitter) memang berkehendak  untuk mempunyai barang itu bagi dirinya sendiri, sedang detentie adalah bezit dimana bezitter-nya tidak mempunyai kehendak untuk mempunyai barang itu bagi dirinya sendiri. Seseorang menguasai benda tersebut berdasarkan hubungan hukum  yang tertentu dengan orang lain, misalnya karena disewa atau dipinjam. Orang yang menguasai benda tersebut dinamakan detentor (hounder).

Bezit mempunyai fungsi polisionil dan fungsi zakenrechtlijk. Fungsi polisionil dari bezit adalah bahwa bezit itu mendapat perlindungan hukum . Hukum  mengindahkan keadaan kenyataan itu tanpa mempersoalkan hak milik atas benda tersebut sebenarnya ada pada siapa. Jadi siapa yang membezit suatu benda (sekalipun dia pencuri) maka ia mendapat perlindungan hukum, sampai terbukti (di muka pengadilan) bahwa sebenarnya ia tidak berhak. Jadi barangsiapa yang merasa haknya terlanggar harus minta penyelesaian lebih dulu pada polisi atau pengadilan. Itulah yang dimaksud fungsi polisionil dari bezit. Dan fungsi polisionil ada pada setiap bezit. Fungsi zakenrecktelijk daripada bezit. Setelah beberapa waktu tertentu keadaan kenyataan (bezit) itu berjalan tanpa adanya protes dari pemilik yang sebelumnya, maka keadaan kenyataan itu akan barulah menjadi hak. Yang tadinva bezit itu maka berubah menjadi hak milik, yaitu dengan melalui lembaga verjaring. ltulah yang dimaksud dengan fungsi zakenrechtelijk daripada bezit.

Bezitter akan memperoleh hak milik dari benda yang dibezitnya apabila bezit adalah te goeder trouw. Menurut Pasal 530 KUHPerdata bezit ada yang te goeder trouw (bezit beritikad baik) dan bezit yang tekwader trouw (bezit yang beritikad buruk). Bezit beritikat baik manakala bezitter memperoleh kebendaan tadi dengan cara memperoleh hak milik, dimana ia tidak mengetahui cacat-cacat yang terkandung di dalamnya (Pasal 531 KUH  Perdata) sedang bezit beritikat buruk menurut Pasal 532 KUH  Perdata manakala bezitter mengetahui bahwa benda yang ada padanya itu bukan miliknya. Bezit dianggap selalu beritikat baik, barangsiapa yang mengemukakan bahwa bezit beritikat buruk maka ialah yang wajib membuktikan.

Bezitter yang beritikat baik dan yang beritikat buruk sama-sama mendapat perlindungan hukum. Namun perlindungan hukum  terhadap bezit yang beritikat baik lebih banyak dari bezitter yang beritikat buruk. Perlindungan hukum  terhadap bezitter yang beritikat baik adalah :

Bahwa bezitter sampai pada saat kebendaan itu dituntut kembali di muka hakim, sementara harus dianggap sebagai pemilik benda.
Bezitter mendapat penggantian ongkos-ongkos yang sudah dikeluarkan untuk benda dibezitnya.
Hak mendapat buah dari bendanya.
Kemungkinan bahwa bezitter akhirnya menjadi pemilik dengan jalan verjaring.
Sedang bagi bezitter yang beritikat buruk, hanya mendapat perlindungan hukum  yang pertama dan kedua saja. Apabila ia menikmati segala hasil kebendaan, maka wajib mengembalikannya kepada yang berhak. Selain itu tidak ada kemungkinan bagi bezitter yang beritikat buruk untuk nnenjadi pemilik kebendaan dengan cara verjaring.

Hak kebendaan yang dapat dimiliki dengan cara verjaring oleh bezitter adalah hanya benda tidak bergerak selain tanah, seperti mesin-mesin pabrik yang pemakainya diikatkan pada benda yang tidak bergerak yang merupakan benda pokok. Terhadap benda bergerak tidak dapat dimiliki secara verjaring sebab terdapat asas hukum  yang ditentukan dalam pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata: “Terhadap bergerak yang tidak berupa bunga, maupun piutang tidak harus dibayar kepada si pembawa maka barang siapa yang menguasainya dianggap sebagai pemiliknya”.

Dari ketentuan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa bezitter benda bergerak menjadi pamilik tanpa harus melalui verjaring. Jadi bezitter langsung menjadi pemilik sejak saat ia membeli atau menguasai benda bergerak tersebut. Perlindungan yang diberikan oleh Pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata tersebut tidak berlaku bagi barang-barang yang hilang atau berasal dari pencurian. Menurut Pasal 1977 ayat 2, barang siapa yang kehilangan atau kecurian sesuatu barang, dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak hilangnya atau dicurinya barang itu berhak meminta kembali barangnya dari setiap orang yang memegangnya. Jika si pemegang barang itu memperolehnya (membelinya) di pasar, di pelelangan umum atau dari seorang pedagang yang lazim memperdagangkan barang-barang demikian maka si pemillk barang harus mengembalikan harga barang yang telah dibayar oleh si pemegang barang itu (Pasal 582 KUH  Perdata).

Seperti dijelaskan di atas, bahwa bezitter baik yang beritiket baik maupun buruk sama-sama mendapat perlindungan hukum . Oleh karena itu apabila ada pihak yang mengganggu terhadap bezit, bezitter dapat menggugat pihak pengganggu tersebut. Gugatan tersebut dapat berwujud:

Meminta pernyataan declaratoir dari hakim bahwa ia adalah bezitter dari benda itu.
Menuntut agar jangan mengganggu lebih lanjut atau gangguan dihentikan.
Meminta pemilikan dalam keadaan semula.
Meminta ganti rugi apabila gangguan tersebut menimbulkan kerugian.
Bezitter akan kehilangan bezitnya menurut Pasal 543 s/d 547 KUH  Perdata apabila :

Orang lain memperoleh bezit benda itu dengan jalan traditio atau occupation.
Benda itu diambil orang lain atau dicuri atau telah hilang dan tidak diketahui lagi dimana tempatnya.
Binasanya benda.
Bezitter membuang benda itu.
Bezit atas benda tak berwujud berakhir apabila orang lain selama satu tahun telah menikmatinya dengan tiada gangguan apapun.
Hak Memungut Hasil
Menurut Pasal 756 KUHPerdata hak memungut hasil dari barang orang lain seolah-olah seperti pemilik dengan kewajiban untuk memelihara barang ltu supaya tetap adanya. Apabila seseorang mempunyai hak memungut hasil atas benda orang lain, maka orang tersebut memiliki hak:

Hak untuk memungut hasilnya atau buahnya barang. Misalnya ternak, tanah, rumah adalah barang-barang yang menghasilkan buah.
Hak untuk memakai barang tersebut misalnya: memakai /mempergunakan perkakas rumah, kendaran, pakaian dan lain-lainnya. Jadi sesuai dengan istilahnya vrucht itu ialah hasil, sedang gebruik ialah memakai/mempergunakan.
Hak memungut hasil dapat meletak atas benda bergerak maupun tidak bergerak, tetapi seperti di tentukan dalam Pasal 756 KUHPerdata bahwa barang yang dibebani hak memungut hasil itu harus tetap adanya. Pada waktu hak memungut hasil itu berakhir barang tersebut harus dikembalikan kepada pemilik sepenti keadaan semula. Hak memungut hasil tidak boleh mengubah tujuan-tujuan dari benda-benda tersebut dan harus menjaga supaya barang-barang tetap dalam keadaan baik. Dengan demikian hak memungut hasil itu hanya dapat dibebankan atas barang, yang tidak dapat dipakai habis. Dari Pasal 763 KUHPerdata dapat disimpulkan bahwa hak memungut hasil bisa meletak atas barang-barang yang tidak berwujud seperti piutang.

Menurut Pasal 759 KUHPerdata seseorang dapat memperoleh hak memungut hasil benda milik orang lain karena undang-undang atau karena kehendak di pemilik. Namun demikian KUHPerdata tidak mengatur lebih lanjut dalam hal apa dan bagaimana menurut undang-undang seseorang memperoleh hak memungut hasil tersebut. Dalam hal pemilik benda menghendaki orang lain memperoleh hak memungut hasil atas bendanya, maka ia dapat menghibahkan atau mewasiatkannya.

Apabila orang mempunyai hak memungut hasil, maka ia memiliki kewajiban-kewajiban sebagai berikut:

Mengadakan inventarisasi (membuat catatan/daftar) terhadap benda-benda itu atas biaya sendiri.
Menunjuk penanggung-penanggung atau mengadakan jaminan-jaminan guna menjamin bendanya akan digunakan sebaik-baiknya dan menjamin pula bahwa pada saat haknya berakhir, benda itu akan dikembalikannya.
Pada waktu menggunakan hak memungut hasil, harus mengadakan perbaikan-perbaikan atas bendanya, memikul biaya dan pajak yang diperlukan dalam melakukan pengawasan bendanya dan bertindak sebagai bapak rumah tangga yang baik.
Mengembalikan benda seperti keadaan semula pada waktu terjadinya hak memungut hasil. Kalau terjadi kerusakan-kerusakan atau kerugian atas benda tersebut harus diganti.
Menurut Pasal 807 KUHPerdata hak memungut hasil hapus karena:

Karena meninggalnya orang yang mempunyai hak tersebut.
Karena habisnya waktu yang diberikan untuk hak tersebut.
Karena percampuran (tadinya mempunyai hak memungut hasil kemudian berubah menjadi pemilik).
Karena adanya pelepasan hak oleh orang yang mempunyai hak itu.
Karena verjaring yaitu apabila selarna 30 tahun si pemilik hak tidak menggunakannya.
Karena binasanya benda.
Hak Pakai dan Hak Mendiami
Pasal 818 KUHPerdata menyatakan bahwa hak pakai dan hak mendiami itu adalah merupakan hak kebendaan yang cara terjadinya dan hapusnya adalah sama seperti hak memungut hasil. Hak mendiami merupakan hak pakai kediaman. Jadi intinya hak pakai dan hak mendiami adalah sama hanya, obyeknya yang berbeda. Menurut Pasal 821 KUHPerdata, hak pakai ini hanya diperuntukkan terbatas pada diri si pemakai dan keluarganya (keluarga dalam rumah tangga). Si pemakai tidak boleh menyerahkan atau menyewakan haknya kepada orang lain (Pasal 823 KUHPerdata). Hak pakai terhadap binatang-binatang, pemakai berhak memperkerjakan, memakai air susunya sekedar dibutuhkan untuk diri sendiri dan segenap anggota keluarganya, si pemakai juga dapat memakai rabuknya, tetapi tidak diperbolehkan untuk menikmati bulu dan anak-anaknya. Menurut Pasal 819 KUHPerdata kewajiban si pemakai benda sama dengan kewajiban orang yang mempunyai hak memungut hasil,   yakni :

Kewajiban untuk membuat catatan/daftar terhadap bendanya.
Mengadakan jaminan atau memakai bendanya sebaik-baiknya.
Memelihara bendanya sebagai bapak rumah tangga yang baik.
Memikul semua biaya guna perbaikan-perbaikan dan pajak terhadap benda.
Mengembalikan barangnya pada waktu berakhirnya hak pakai.’
Hak Kebendaan Yang Memberikan Jaminan
Jaminan Gadai
Gadai ialah suatu hak yang diperoleh kreditur atau suatu barang bergerak, yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang, dan yang memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mendapat pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dari kreditur-kreditur lainnya, kecuali biaya-biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu, biaya-biaya mana yang harus didahulukan (Pasal 1150 KUH  Perdata).

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:

Subyek Gadai:
Pemegang atau penerima gadai adalah kreditur. Pemberi gadai adalah debitur atau orang lain atas namanya.

Obyek Gadai adalah benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud yaitu yang berupa surat-surat piutang atas bawa, atas tunjuk dan atas nama.
Pemegang gadai menjadi kreditur preferen, artinya dalam mengambil pelunasan dari penjualan barang gadai didahulukan daripada kreditur-kreditur lainnya kecuali biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan setelah barang itu didahulukan.
Hak gadai diadakan dengan memenuhi syarat-syarat tertentu yang berbeda menurut jenis dan barangnya :

Cara mengadakan hak gadai benda bergerak yang berwujud dan surat piutang atas bawa :
Harus ada perjanjian untuk memberi hak gadai. Perjanjian ini bentuknya dalam KUHPerdata tidak diisyaratkan apa-apa, oleh karenanya bentuk perjanjian gadai dapat bebas tak terikat oleh suatu bentuk yang tertentu. Artinya perjanjian bisa diadakan secara tertulis ataupun secara lisan saja. Dan secara tertulis itu bisa diadakan dengan akte notaris (adi merupakan akte otentik), bisa juga diadakan dengan akte di bawah tangan saja.
Syarat yang kedua, barangnya yang digadaikan itu harus dilepaskan/berada di luar kekuasaan dari si pemberi gadai (inbezitstelling). Dengan kata lain perkataan barangnya itu harus berada dalam kekuasaan si pemegang gadai. Bahkan ada ketentuan dalam KUHPerdata bahwa gadai itu tidak sah jika bendanya dibiarkan tetapi berada dalam kekuasaan si pemberi gadai (Pasal 1152 KUHPerdata).
Cara mengadakan hak gadai piutang atas nama:
Harus ada perjanjian gadai.
Harus ada pembenitahuan kepada debitur dari piutang yang digadaikan itu.
Cara mengadakan hak gadai piutang atas tunjuk:
Harus ada perjanjian gadai.
Harus ada endossemen (menulis di balik surat piutang tersebut) kemudian surat piutang itu diserah kan kepada pemenang gadai.
Dengan adanya perjanjian gadai, maka menimbulkan hak dan kewajiban pada pemegang gadai sebagai berikut:

Hak-hak pemegang gadai:
Apabila debitur wanprestasi, pemegang gadai berhak untuk menjual benda yang digadaikan atas kekuasaannya sendiri kemudian mengambil sebagian untuk melunasi utang debitur dan sisanya dikembalikan kepada debitur (Pasal 1155 KUHPerdata).
Si pemegang gadai berhak mendapatkan pengernbalian ongkos yang telah dikeluarkan untuk keselamatan barangnya (Pasal 1157 ayat 2 KUHPerdata).
Si pemegang gadai mempunyai hak retensi yakni menahan benda yang digadaikan. Hak retensi ini terjadi apabila setelah adanya perjanjian gadai itu kemudian timbul perjanjian utang yang kedua antara para pihak dan utang yang kedua ini sudah dapat ditagih sebelum pembayaran utang pertama, maka si pemegang gadai menang untuk menahan benda itu sampai kedua macam utang itu dilunasi (Pasal 1159 ayat 2 KUHPerdata).
Kewajiban pemegang gadai :
Si pemegang gadai bertanggung jawab atas hilangnya atau merosotnya harga benda yang digadaikan, apabila semua itu terjadi atas kelalaiannya (Pasal 1157 ayat 1 KUHPerdata).
Si pemegang gadai tidak diperbolehkan untuk menggunakan barang gadai untuk keperluannya sendiri. Jika si pemegang gadai menyalahgunakan barang tersebut maka barang itu dapat diminta kembali oleh pemberi gadai.
Perjanjian gadai merupakan perjanjian accesoir yakni perjanjian selalu bersandar pada perjanjian pokok yang berupa perjanjian pinjam meminjam uang. Oleh karena itu apabila utang yang dijamin dengan gadai sudah lunas, maka hak gadai itu hapus apabila barang gadai keluar dari kekuasaan si pemegang gadai.

Jaminan Fiducia
Pengertian Jaminan Fiducia
Jaminan Fiducia ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999.  Menurut Pasal 1 ayat (2) UU tersebut, jaminan fiducia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud dan tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi Fiducia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fiducia terhadap kreditur lainnya.

Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, pemberi fiducia adalah orang perseorangan atau kerjaorasi pemilik benda yang menjadi obyek jaminan fiducia, Sedang penerima Fiducia adalah orang atau kerjaorasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan Fiducia. Obyek Fiducia adalah benda bergerak berwujud dan tidak berwujud serta bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan misalnya bangunan di atas tanah milik orang lain kecuali diperjanjian lain, jaminan Fiducia meliputi hasil dari benda yang menjadi obyek jaminan Fiducia serta meliputi klaim asuransi dalam hal benda yang menjadi obyek jaminan Fiducia diasuransikan. Benda-benda yang dijadikan obyek jaminan Fiducia tersebut tetap dikuasai oleh pemberi Fiducia.

Sifat Jaminan Fiducia
Jaminan fiducia itu sebagaimana halnya pada gadai merupakan perjanjian yang accesoir, merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang berupa perjanjian pinjam meminjam uang (Pasal 4 UU Fiducia). Jadi adanya dan hapusnya tergantung pada perjanjian pokok. Jaminan Fiducia mempunyai sifat zaaksgevolg yakni tetap mengikuti benda yang menjadi obyek jaminan Fiducia dalam tangan siapapun benda tersebut berada kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi obyek jaminan fiducia (Pasal 20 UU Fiducia). Piutang yang dijamin dengan Fiducia merupakan piutang preferen yaitu lebih didahulukan pemenuhannya dari piutang yang lain (Pasal 27 UU Fiducia). Jaminan Fiducia hanya berisi hak untuk pelunasan utang saja dan tidak hak untuk memiliki bendanya. Setiap janji yang memberi kewenangan kepada penerima Fiducia untuk memiliki benda yang menjadi obyek jaminan fiducia apabila debitur wanprestasi, adalah batal demi hukum  (Pasal 33 UU Fiducia).

Cara mengadakan Hak Jaminan Fiducia
Jaminan Fiducia itu menganut asas publiciteit yaitu asas yang mengharuskan bahwa jaminan Fiducia itu harus didaftarkan supaya dapat diketahui oleh umum. Selain itu juga menganut asas specialiteit yaitu asas yang menghendaki bahwa jaminan Fiducia hanya dapat diadakan atas benda-benda yang ditunjukkan secara khusus. Cara mendaftarkan jaminan Fiducia adalah sebagai berikut:

Perjanjian jaminan Fiducia yang berisi pembebanan benda dengan jaminan Fiducia harus dibuat dengan akta notaris (akta otentik) dalam bahasa Indonesia.
Penerima Fiducia, kuasa akan wakilnya wajib mendaftarkan jaminan Fiducia pada kanton pendaftaran Fiducia dengan melampirkan pernyataan pendaftaran jaminan Fiducia.
Kantor pendaftaran Fiducia mencatat jaminan Fiducia dalam buku daftar Fiducia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran.
Kantor pendaftaran Fiducia menerbitkan dan menyerahkan kepada penerima Fiducia sertifikat jaminan Fiducia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. Sertifikat ini mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuasaan hukum yang tetap.
Jaminan Fiducia habis pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan Fiducia dalam buku daftar Fiducia.
Hak dan Kewajiban Para Pihak
Hak dan kewajiban penerima Fiducia.
Hak Penerima Fiducia :
Mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi obyek jaminan fiducia atas kekuasaannya sendiri apabila debitur wanprestasi.
Apabila benda jaminan Fiducia berupa benda persediaan dan benda tersebut dialirkan oleh pemberi jaminan, maka apabila pemberi Fiducia wanprestasi, hasil pengalihan dan atau tagihan yang timbul karena pengalihan demi hukum menjadi obyek fiducia pengganti dari obyek jaminan Fiducia yang dialihkan.
Mempunyai hak didahulukan pelunasan piutangnya dari hasil penjualan benda jaminan Fiducia, terhadap kreditur lainnya. Jadi penerima fiducia menjadi kreditur preferen. Hal ini tidak hapus karena adanya kepailitan dan likuidasi pemberi Fiducia.
Mendapat klaim asuransi bila benda jaminan Fiducia yang diasuransikan musnah.
Kewajiban penerima Fiducia:
Wajib mendaftarkan jaminan fiducia ke kantor pendaftaran Fiducia.
Bila terjadi perubahan mengenai hal-hal yang tercantum dalam sertifikat jaminan Fiducia, wajib mengajukan permohonan pendaftaran perubahan tersebut ke kantor pendaftaran Fiducia.
Memberitahukan hapusnya jaminan Fiducia kepada Kantor Pendaftaran Fiducia dengan melampirkan pernyataan mengenai hapusnya utang, pelepasan hak atau musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan Fiducia.
Wajib mengembalikan kelebihan uang kepada pemberi Fiducia apabila hasil eksekusi benda jaminan Fiducia melebihi nilai penjaminan.
Hak dan kewajiban pemberi Fiducia
Hak pemberi Fiducia:
Pemberi Fiducia dapat mengalihkan benda persediaan yang menjadi obyek jaminan Fiducia dengan car dan prosedur yang lazim dilakukan dalam usaha perdagangan.

Kewajiban pemberi Fiducia:
Dilarang melakukan Fiducia ulang terhadap benda jaminan Fiducia yang sudah terdaftar.
Wajib mengganti benda persediaan yang telah dialihkan dengan obyek yang setara.
Dilarang mengalihkan menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain benda yang menjadi obyek jaminan Fiducia yang tidak merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis dari penerima Fiducia.
Wajib menyerahkan benda obyek jaminan Fiducia dalam rangka pelaksanaan eksekusi.
Bertanggung jawab atas utang yang belum terbayar apabila hasil eksekusi benda jaminan Fiducia tidak mencukupi untuk pelunasan utang.
Hapusnya Jaminan Fiducia
Menurut Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, jaminan Fiducia hapus karena hal-hal sebagai berikut :

Hapusnya utang yang dijamin dengan Fiducia.
Penerima Fiducia melepaskan hak atas jaminan Fiducia.
Musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan Fiducia. Penerima Fiducia memberitahukan kepada kantor pendaftaran.
Fiducia mengenai hapusnya jaminan Fiducia dengan melampirkan pernyataan mengenai hapusnya utang, pelepasan hak, atau musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan Fiducia tersebut (Pasal 25 ayat 2 UU Fiducia). Berdasarkan pemberitahuan tersebut, Kanton Pendaftaran fiducia mencoret pencatatan jaminan Fiducia dari buku Daftar Fiducia. Kemudian Kantor Pendaftaran Fiducia menerbitkan surat keterangan yang menyatakan sertifikat jaminan Fiducia tidak berlaku lagi.

Jaminan Hipotik
Pengertian dan Sifat Hipotik
Menurut Pasal 1162 KUHPerdata, hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan perutangan. Setelah berlakunya UU PS, ketentuan-ketentuan mengenai hipotik atas tanah menurut KUHPerdata ini masih berlaku meskipun pasal-pasal atau ketentuan-ketentuan yang mengatur bumi, air serta kekayaan yang terkandung di dalamnya telah dicabut. Namun ketentuan-ketentuan mengenai hipotik atas tanah tersebut kemudian dicabut oleh Undang-Undang  Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Dengan demikian setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, ketentuan-ketentuan mengenai Hipotik dalam KUHPerdata hanya berlaku terhadap benda tidak bergerak selain tanah, misalnya hipotik atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 m3 atau lebih.

Hipotik merupakan perjanjian yang accesoir (perjanjian sampiran), yakni perjanjian yang selalu bersandar pada perjanjian pokok yang berupa pinjam meminjam uang. Dengan demikian adanya dan hapusnya tergantung pada perjanjian pokok. Hipotik mempunyai sifat zaaksgevolg, yaitu senantiasa mengikuti bendanya dalam tangan siapapun benda itu berada (Pasal 1163 ayat 2 KUHPerdata). Piutang yang dijamin dengan hipotik merupakan piutang preferen yakni lebih didahulukan pelunasannya dari piutang yang lain (Pasal 1133, 1I34 ayat 2 KUHPerdata). Sebagaimana jaminan Gadai dan Fiducia, menurut Pasal 1178 KUHPerdata, hak hipotik hanya berisi hak untuk pelunasan utang saja dan tidak mengandung hak untuk menguasai/memiliki bendanya, namun diberi hak untuk memperjanjikan menjual atas kekuasaan sendiri bendanya apabila debitur wanprestasi.

Cara mengadakan Jaminan Hipotik
Hipotik menganut asas publiciteit yaitu asas yang mengharuskan hipotik itu harus didaftarkan supaya dapat diketahui oleh umum. Perjanjian Hipotik harus diadakan dengan akta notaris (Pasal 1171 KUH Perdata). Menurut KUHPerdata akta-akta dari hipotik harus didaftarkan kepada kantor kadaster (Kantor Pertanahan). KUHPerdata menentukan demikian karena hipotik menurut KUHPerdata meliputi Hipotik atas tanah. Permasalahannya setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan dimana obyek Hipotik hanya benda tidak bergerak selain tanah, belum ada ketentuan yang mengatur karena akta Hipotik tersebut harus didaftarkan. Hipotik juga menganut asas specialiteit yakni asas yang menghendaki bahwa hipotik hanya dapat diadakan atas benda-benda yang ditunjukkan secara khusus. Sebuah benda tak bergerak (selain tanah) itu dapat dihipotikkan lebih dari satu kali. Bila terjadi demikian, maka para pemegang hipotik itu lalu diberi nomor urut misalnya pemegang Hipotik I, pemegang Hipotik II dan seterusnya. Nomor urut berdasarkan tanggal pendaftaran masing-masing hipotik. Jika debitur wanprestasi, maka pelunasannya menurut urutan terjadinya hipotik. Hipotik yang lebih dulu terjadi itulah yang dilunasi lebih dahulu, jika Hipotik I sudah lunas maka Hipotik II menjadi Hipotik l, Hipotik ll menjadi Hipotik ll dan seterusnya.

Isi dari pada akta hipotik itu dapat dibagi dua bagian:

Isi yang wajib
Isi yang fakultatif
Ad.1) Isi yang wajib yaitu berisi hal-hal yang wajib dimuat, yakni pertelaan (perincian) mengenai benda apa yang dibebani Hipotik.

Ad. 2. Isi yang fakultatif yaitu yang beisi hal-hal yang secara fakultatif dimuat, yaitu yang berisi janji-janji (beding) yang diadakan antara pihak-pihak (debitur dan kreditur). Tetapi sekalipun janji-janji ini merupakan isi yang fakultatif dari Hipotik namun janji-janji demikian lazim dimuat dalam akte demi kepentingan para pihak sendiri, supaya lebih kuat. Janji-janji yang biasanya dimuat akte itu ialah:

Janji-janji untuk menjual benda atas kekuasaan sendiri, ini pokoknya menentukan, jika debitur itu nanti tidak memenuhi kewajibannya (wanprestasi) nnaka kreditur itu atas kekuasaan sendiri berhak untuk menjual benda yang dihipotikkan untuk pelunasan hutang-hutangnya. Dengan ketentuan bahwa menjualnya harus di muka urrtum dan hasil penjualan itu setelah dikurangi dengan hutang debitur sisanya dikembalikan kepada debitur.
Janji tentang sewa, ialah janji yang diadakan antara para pihak yang maksudnya membatasi dalam hal rnenyewakan bendanya.
Janji tentang asuransi, yaitu janji yang diadakan para pihak dirnana jika nanti terjadl kebakaran, kecelakaan, banjir dan lain-lain yang menimpa benda-benda, Jaminan Hipotik sedangkan bendabenda itu telah diasuranslkan, maka si pemegang Hipotik akan menenima pembayaran piutangnya dari uang asuransi tersebut. Janji demikian ini harus diberitahukan kepada pihak asuransi supaya pihak asuransi tersebut terikat oleh adanya janji yang demikian itu.
Janji untuk tidak dibersihkan Si pemegang hipotik dapat juga minta diperjanjikan agar hipotik itu tidak dibersihkan dalam hal ada penjualan dari benda yang dipakai sebagai jaminan. Di samping itu undang-undang juga memberikan kemungkinan bagl si pembeli untuk meminta dibersihkan benda itu daripada hipotik-hipotik yang melebihi harga pembeliannya, tapi ini hanya berlaku jika penjualan itu dilakukan di muka umum.
Apabila pemasangan hipotik dirasakan memberatkan para pihak, karena harus melalui formalitas-formalitas tertentu, maka para pihak dapat mengadakan perjanjian kuasa memasang hipotik. Dengan perjanjian ini, kreditur diberi kuasa untuk memasang hipotik yang sesungguhnya. Pemasangan hipotik itu kemudian baru dilaksanakan jika benar-benar diperlukan misalnya ada tanda-tanda debitur akan mengingkari janji. Menurut Pasal 1171 ayat (2) KUHPerdata perjanjian pemberian kuasa untuk memasang hipotik harus dituangkan dalam akta otentik dalam hal ini adalah akta notaris, tanpa ada kewajiban untuk mendaftarkan akta kuasa memasang hipotik tersebut. Pemberian kuasa yang demikian harus disertai dengan penyerahan bukti kepemilikan benda yang dibebani hipotik kepada kreditur untuk disimpan. Kedudukan kreditur yang mempunyai hak untuk memasang hipotik ini sebagai kreditur konkuren. Setelah pemasangan hipotik kreditur tersebut menjadi kreditur preferen.

Hapusnya Hipotik
Menurut pasal 1209 KUHPerdata, hipotik itu hapus karena alasan-alasan sebagai berikut:

Karena piutang kreditur yang dijamin dengan hipotik sudah lunas.
Karena kreditur melepaskan hipotik.
Karena penetapan tingkat oleh hakim, cara ini dinamakan juga adanya pembersihan benda dari beban-beban hipotik.
Selain menurut ketentuan seperti tersebut di atas, di luar KUHPerdata masih ada cara-cara hapusnya hipotik yang menurut Volmar karena adanya pencampuran utang, kreditur rnenjadi pemilik dari benda yang dihipotikkan dan kanena adanya verjaring dalam waktu tertentu.

Hak Tanggungan
Pengertian dan Sifat Hak Tanggungan
Hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang selanjutnya disebut hak tanggungan debitur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. Menurut Pasal l ayat 1 UU tersebut hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1996 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain.

Pemberi hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum  yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum  terhadap obyek hak tanggungan yang bersangkutan. Sedang pemegang hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum  yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.

Jenis utang yang dapat dijannin dengan hak tanggungan adalah:

Utang yang telah diperjanjikan dengan jumlah tertentu.
Utang yang jumlahnya dapat ditentukan pada saat eksekusi berdasarkan perjanjian utang piutang atau perjanjian lain yang menimbulkan utang piutang.
Hak tanggungan dapat diberikan untuk suatu utang yang berasal dari satu hubungan hukum  atau untuk satu utang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum. Obyek hak tanggungan menurut Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1995 adalah :

1) Hak milik
2) Hak guna usaha
3) Hak guna bangunan dan
4) Hak pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindah tangankan.
Hak tanggungan sebagaimana hak jaminan yang lain merupakan perjanjian yang accesoir, disamping adanya perjanjian pokok yang berwujud perjanjian pinjam-meminjam uang karena merupakan perjanjian accesoir maka adanya tergantung pada perjanjian pokok, dan akan hapus dengan hapusnya perjanjian pokok. Jika piutang yang dijamin beralih, hak tanggungan ikut berakhir ke kreditur baru.

Piutang yang dijamin dengan hak tanggungan lebih didahulukan pemenuhannya dari piutang yang lain, jadi kreditur yang memiliki hak jaminan menjadi kreditur preferen. Hak tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi, artinya hak tersebut melekat pada seluruh benda yang dijadikan jaminan. Apabila piutang yang dijamin dengan hak tanggungan dilunasi sebagian hak tanggungan tidak hapus karenanya.

Hak tanggungan hanya berisi hak untuk pelunasan utang saja, jadi tidak mengandung hak untuk memiliki obyek hak tanggungan (Pasal 12 UU No. 4 tahun 1996). Sebagaimana hak hipotik, hak tanggungan juga mempunyai sifat zaaksgevolg, yakni bahwa hak tanggungan itu senantiasa mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek tersebut berada (Pasal 7 Undang-Undang Nomor  4 Tahun 1996).

Cara Pemberian Hak Tanggungan
Hak tanggungan menganut asas publiciteit, artinya pemberian hak tanggungan tersebut harus didaftarkan. Yang didaftarkan adalah akta pemberian hak tanggungan yang dibuat oleh PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) kepada Kantor Pertanahan. Selain itu juga menganut asas specialiteit artinya bahwa hak tanggungan hanya dapat diadakan atas obyek hak tanggungan secara khusus. Misalnya: tanah yang dipakai sebagai tanggungan itu dimana letaknya, berapa luasnya, dimana pembatasannya dan sebagainya.

Cara pemberian hak tanggungan adalah sebagai berikut:

Pemberian hak tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang yang bersangkutan. Pemberian hak tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh PPAT.
Paling lambat 7 hari kerja setelah penanda tanganan APHT, PPAT wajib mengirimkan APHT kepada Kantor Pertanahan.
Oleh Kantor Pertanahan hak tanggungan didaftar dengan membuatkan buku tanah hak tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. Hak tanggungan lahir pada hari dan tanggal tanah hak tanggungan adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlakukan bagi pendaftarannya.
Kantor pendaftaran tanah menerbitkan sertifikat hak tanggungan dengan kepala; demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dan diserahkan kepada pemegang hak tanggungan. Sertifikat hak tanggungan ini mempunyai kekuasaan eksekutorial seperti grosse akte hipotlk. Sertifikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan hak tanggungan dikembalikan kepada pemilik/pemegang hak kecuali diperjanjikan lain.
Menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1995 surat obyek hak tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu hak tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu utang. Dalam hal demikian, para pemegang hak tanggungan lalu diberi nomor urut menurut tanggal pendaftaran masing-masing hak tanggungan pada Kantor Pendaftaran Tanah. Jika kemudian terjadi wanprestasi, maka pelunasannya menurut urutan terjadinya hak tanggungan. Jadi terjadilah tingkatan-tingkatan hak tanggungan jika tanggungan yang pertama kedua menjadi hak tanggungan pertama dan seterusnya.

Sebelum pemberitan hak tanggungan, debitur dapat memberikan surat kuasa membebankan hak tanggungan kepada kreditur. Menurut Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, surat tersebut wajib dibuat dengan akta notaris atau akta PPAT dan tidak dapat ditarik kembali atau berakhir oleh sebab apapun kecuali kuasa telah dilaksanakan atau jangka sudah berakhir. Surat kuasa memberikan hak tanggungan terhadap hak atas tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti dengan perubahan akta pemberian hak tanggungan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak diberikan. Apabila mengenai hak atas tanah yang belum terdaftar selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sesudah diberikan. Jika tidak diikuti dengan pembuatan akta pemberian hak tanggungan maka surat kuasa tersebut batal demi hukum .

Apabila piutang yang dijamin dengan hak tanggungan berakhir, maka hak tanggungan tersebut ikut berakhir kepada kreditur baru. Menurut Pasal 16 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, kreditur baru wajib mendaftarkan ke Kantor Pertanahan. Oleh kantor pertanahan pandaftaran peralihan hak tanggungan dicatat pada buku tanah hak tanggungan dan buku tanah hak atas tanah dan menyalin catatan tersebut dalam sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. Tanggal pencatatan adalah hari ke 7 (tujuh) setelah diterima secara lengkap surat-surat yang diperlukan untuk peralihan hak tanggungan. Beralihnya hak tanggungan yaitu hari dan tanggal pencatatan tersebut.

Eksekusi Hak Tanggungan
Apabila debitur wanprestasi atau pailit, maka pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaannya sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut dengan hak mendahului dari pada kreditur-kreditur lainnya (Pasal 6, 20 ayat 1, 21 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996). Titel eksekutorial ini terdapat dalam sertifikat hak tanggungan. Atas kesepakatan antara pemberi dan pemegang hak tanggungan, penjualan obyek hak tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika akan diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak. Pelaksanaan penjualan demikian hanya dapat dilakukan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan atau pemegang hak tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan. Melaksanaan eksekusi yang bertentangan dengan cara seperti tersebut di atas adalah batal derni hukum  (Pasal 20 ayat 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996).

Hapusnya Hak Tanggungan
Menurut pasal 18 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1994, hak tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut:

Hapusnya utang yang dijamin dengan hak tanggungan.
Dilepaskannya hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan yang harus dinyatakan secara tertulis.
Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh ketua pengadilan.
Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan. Namun hal demikian tidak menghapuskan utang yang dijamin.
Pembeli obyek hak tanggungan baik dalam suatu pelelangan umum atau atas perintah ketua pengadilan negeri maupun jual beli secara sukarela dapat rneminta kepada pemegang hak tanggungan agar benda yang dibelinya dibebaskan dari beban hak tanggungan yang melebihi harga pembelian (Pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1995).

Apabila hak tanggungan hapus, atas permohonan pihak yang berkepentingan, kantor pertanahan mencoret catatan hak tanggungan pada buku tanah atas tanah dan sertifikatnya. Permohonan pencoretan oleh pihak yang berkepentingan dilampiri sertifikat hak atau pernyataan tertulis dari kreditur bahwa piutang yang dijamin dengan hak tanggungan telah lunas atau karena kreditur melepas hak tanggungan. Apabila kreditur tidak bersedia memberikan pernyataan sebagaimana tersebut di atas, yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan perintah pencoretan tersebut kepada Ketua Pengadilan Negara yang daerah hukumnya meliputi tempat hak tanggungan yang bersangkutan didaftar. Permohonan pencoretan dengan dilampiri salinan penetapan atau putusan pengadilan negeri yang bersangkutan diajukan kepada Kepala Kantor pertanahan. Kemudian kantor pertanahan melakukan pencoretan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan tersebut.

Sumber: (https://tiarramon.wordpress.com/2016/10/21/hukum-perdata-hak-kebendaan-zakelijk-recht/)
Share:

PENGANTAR ILMU HUKUM


BAB I
PENDAHULUAN

A. Pengertian Ilmu Hukum dan Pengantar Ilmu Hukum
1. Pengertian Ilmu hukum
Menurut Satjipto Rahardjo Ilmu hukum adalah ilmu pengetahuan yang berusaha menelaah hukum. Ilmu hukum mencakup dan membicarakan segala hal yang berhubungan dengan hukum. Ilmu hukum objeknya hukum itu sendiri. Demikian luasnya masalah yang dicakup oleh ilmu ini, sehingga sempat memancing pendapat orang untuk mengatakan bahwa “batas-batasnya tidak bisa ditentukan” (Curzon, 1979 : v).
Selanjutnya menurut J.B. Daliyo Ilmu hukum adalah ilmu pengetahuan yang objeknya hukum. Dengan demikian maka ilmu hukum akan mempelajari semua seluk beluk mengenai hukum, misalnya mengenai asal mula, wujud, asas-asas, sistem, macam pembagian, sumber-sumber, perkembangan, fungsi dan kedudukan hukum di dalam masyarakat. Ilmu hukum sebagai ilmu yang mempunyai objek hukum menelaah hukum sebagai suatu gejala atau fenomena kehidupan manusia dimanapun didunia ini dari masa kapanpun. Seorang yang berkeinginan mengetahui hukum secara mendalam sangat perlu mempelajari hukum itu dari lahir, tumbuh dan berkembangnya dari masa ke masa sehingga sejarah hukum besar perannya dalam hal tersebut.

2. Pengertian Pengantar ilmu hukum
Pengantar Ilmu Hukum (PIH) kerapkali oleh dunia studi hukum dinamakan “Encyclopaedia Hukum”, yaitu mata kuliah dasar yang merupakan pengantar (introduction atau inleiding) dalam mempelajari ilmu hukum. Dapat pula dikatakan bahwa PIH merupakan dasar untuk pelajaran lebih lanjut dalam studi hukum yang mempelajari pengertian-pengertian dasar, gambaran dasar tentang sendi-sendi utama ilmu hukum.

B. Tujuan dan Kegunaan Pengantar Ilmu Hukum
Tujuan Pengantar Imu Hukum adalah menjelaskan tentang keadaan, inti dan maksud tujuan dari bagian-bagian penting dari hukum, serta pertalian antara berbagai bagian tersebut dengan ilmu pengetahuan hukum. Adapun kegunaannya adalah untuk dapat memahami bagian-bagian atau jenis-jenis ilmu hukum lainnya.

C. Kedudukan dan Fungsi Pengantar Ilmu Hukum
Kedudukan Pengantar Ilmu Hukum merupakan dasar bagi pelajaran lanjutan tentang ilmu pengetahuan dari berbagai bidang hukum. Sedangkan kedudukan dalam kurikulum fakultas hukum adalah sebagai mata kuliah keahlian dan keilmuan. Oleh karena itu pengantar ilmu hukum berfungsi memberikan pengertian-pengertian dasar baik secara garis besar maupun secara mendalam mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan hukum. Selain itu juga pengantar ilmu hukum juga berfungsi pedagogis yakni menumbuhkan sikap adil dan membangkitkan minat untuk denagan penuh kesungguhan mempelajari hukum.

D. Ilmu Bantu Pengantar Ilmu Hukum
• Sejarah hukum, yaitu suatu disiplin hukum yang mempelajari asal usul terbentuknya dan perkembangan suatu sistem hukum dalam suatu masyarakat tertentu dan memperbanding antara hukum yang berbeda karena dibatasi oleh perbedaan waktu
• Sosiologi hukum, yaitu suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara empiris dan analitis mempelajari hubungan timbal balik antara hukum sebagai gejala sosial dengan gejala sosial lain (Soerjono Soekanto)
• Antropologi hukum, yakni suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari pola-pola sengketa dan penyelesaiannya pada masyarakat sederhana, maupun masyarakat yang sedang mengalami proses perkembangan dan pembangunan/proses modernisasi (Charles Winick).
• Perbandingan hukum, yakni suatu metode studi hukum yang mempelajari perbedaan sistem hukum antara negara yang satu dengan yang lain. Atau membanding-bandingkan sistem hukum positif dari bangsa yang satu dengan bangsa yang lain
• Psikologi hukum, yakni suatu cabang pengetahuan yang mempelajari hukum sebagai suatu perwujudan perkembangan jiwa manusia (Purnadi Purbacaraka).

E. Metode Pendekatan Mempelajari Hukum

Metode Idealis ; bertitik tolak dari pandangan bahwa hukum sebagai perwujudan dari nilai-nilai tertentu dalam masyarakat
Metode Normatif Analitis ; metode yg melihat hukum sebagai aturan yg abstrak. Metode ini melihat hukum sebagai lembaga otonom dan dapat dibicarakan sebagai subjek tersendiri terlepas dari hal2 lain yang berkaitan dengan peraturan2. Bersifat abstrak artinya kata-kata yang digunakan di dalam setiap kalimat tidak mudah dipahami dan untuk dapat mengetahuinya perlu peraturan-peraturan hukum itu diwujudkan. Perwujudan ini dapat berupa perbuatan-perbuatan atau tulisan. Apabila ditulis, maka sangat penting adalah pilihan dan susunan kata-kata.
Metode Sosiologis; metode yang bertitik tolak dari pandangan bahwa hukum sebagai alat untuk mengatur masyarakat.
Metode Historis ; metode yang mempelajari hukum dengan melihat sejarah hukumnya.
Metode sistematis; metode yang melihat hukum sebagai suatu sistem
Metode Komparatif; metode yang mempelajari hukum dengan membandingkan tata hukum dalam berbagai sistem hukum dan perbandingan hukum di berbagai negara.


BAB II
MANUSIA, MASYARAKAT DAN KAIDAH SOSIAL

A. Hubungan antara manusia, masyarakat dan kaidah sosial
• Manusia sebagai makhluk monodualistik :
Artinya adalah manusia selain sbg makhluk individu (perseorangan) mempunyai kehidupan jiwa yg menyendiri namun manusia juga sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Manusia lahir, hidup dan berkembang dan meninggal dunia di dalam masyarakat.
• Menurut Aristoteles (Yunani, 384-322 SM), bahwa manusia itu adalah ZOON POLITICON artinya bahwa manusia itu sbg makhluk pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya, jadi makhluk yg suka bermasyarakat. Dan oleh karena sifatnya suka bergaul satu sama lain, maka manusia disebut makhluk sosial.
• Terjadilah hubungan satu sama lain yang didasari adanya kepentingan, dimana kepentingan tsb satu sama lain saling berhadapan atau berlawanan dan ini tidak menutup kemungkinan timbul kericuhan. Kepentingan adalah suatu tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Disinilah peran hukum mengatur kepetingan2 tersebut agar kepentingan masing-masing terlindungi, sehingga masing-masing mengetahui hak dan kewajiban. Pada akhirnya dengan adanya hukum masyarakat akan hidup aman, tentram, damai, adil dan makmur.
• Kesimpulan : dimana ada masyarakat disitu ada hukum (ubi societes ibi ius). Hukum ada sejak masyarakat ada. Dapat dipahami disini bahwa hukum itu sesungguhnya adalah produk otentik dari masyarakat itu sendiri yang merupakan kristalisasi dari naluri, perasaan, kesadaran, sikap, perilaku, kebiasaan, adat, nilai, atau budaya yang hidup di masyarakat.
Bagaimana corak dan warna hukum yang dikehendaki untuk mengatur seluk beluk kehidupan masyarakat yang bersangkutanlah yang menentukan sendiri.
Suatu masyarakat yang menetapkan tata hukumnya bagi masyarakat itu sendiri dalam berlakunya tata hukum itu artinya artinya tunduk pada tata hukum hukum itu disebut masyrakat hukum.

Mengapa masyarakat mentaati hukum karena bermacam-macam sebab (Menurut Utrecht) :
• Karena orang merasakan bahwa peraturan2 itu dirasakan sebagai hukum. Mereka benar-benar berkepentingan akan berlakunya peraturan tersebut
• Karena ia harus menerimanya supaya ada rasa ketentraman. Ia menganggap peraturan hukum secara rasional (rationeele aanvaarding). Penerimaan rasional ini sebagai akibat adanya sanksi hukum. Agar tidak mendapatkan kesukaran2 orang memilih untuk taat saja pada peraturan hukum karena melanggar hukum mendapat sanksi hukum.

B. Masyarakat dan Lembaga Kemasyarakatan (Kaidah Sosial)
1. Definisi masyarakat :
• Menurut Ralph Linton, masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas.
• Menurut Selo Soemarjan, masyarakat adalah orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan.
• Menurut CST. Kansil, SH, masyarakat adalah persatuan manusia yang timbul dari kodrat yang sama. Jadi masyarakat itu terbentuk apabila ada dua orang atau lebih hidup bersama sehingga dalam pergaulan hidup timbul berbagai hubungan yang mengakibatkan seorang dan orang lain saling kenal mengenal dan pengaruh mempengaruhi.
Unsur masyarakat :
– manusia yang hidup bersama
– berkumpul dan bekerja sama untuk waktu lama
– merupakan satu kesatuan
– merupakan suatu sistem hidup bersama.
Dalam masyarakat terdapat pelbagai golongan dan aliran. Namun walaupun golongan itu beraneka ragam dan masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri akan tetapi kepentingan bersama mengharuskan adanya ketertiban dalam kehidupan masyarakat itu. Adapun yang memimpin kehidupan bersama, yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat ialah peraturan hidup.
Agar supaya dapat memenuhi kebutuan-kebutuhannya dengan aman dan tentram dan damai tanpa gangguan, maka tidap manusia perlu adanya suatu tata (orde – ordnung). Tata itu berwjud aturan yang menjadi pedoman bagi segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup, sehingga kepentingan masing-masing dapat terpelihara dan terjamin. Setiap anggota masyarakat mengetahui hak dan kewajiban.
Tata tersebut sering disebut kaidah atau norma.

2. Kaidah/norma Sosial :
Adalah patokan-patokan atau pedoman-pedoman perihal tingkah laku dan perikelakuan yang diharapkan.
Kaidah berasal dari bahasa Arab atau Norma berasal dari bahasa Latin
Kaidah/Norma berisi :
Perintah, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena akibat2nya dipandang baik.
Larangan, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik.
Guna kaidah/norma tersebut adalah untuk memberi petunjuk kepada manusia bagaimana seorang harus bertindak dalam masyarakat serta perbuatan-perbuatan mana yang harus dijalankan dan perbuatan-perbuatan mana pula yang harus dihindari.

Kaidah sosial dibedakan menjadi :
1. Kaidah yang mengatur kehidupan pribadi manusia yang dibagi lebih lanjut menjadi :
a. Kaidah kepercayaan/agama, yang bertujuan untuk mencapai suatu kehidupan yang beriman (Purnadi Purbacaraka 1974 : 4). Kaidah ini ditujukan terhadap kewajiban manusia kepada Tuhan. Sumbernya adalah ajaran-ajaran kepercayaan/agama yang oleh pengikut-pengikutnya dianggap sebagai perintah Tuhan, misalnya :
– Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk (Al Isra’ : 32).
– Hormatilah orang tuamu agar supaya engkau selamat (Kitab Injil Perjanjian Lama : Hukum yang ke V).
b.Kaidah kesusilaan, yang bertujuan agar manusia hidup berakhlak atau mempunyai hati nurani. Kaidah ini merupakan peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati nurani manusia (insan kamil). Sumber kaidah ini adalah dari manusia sendiri, jadi bersifat otonom dan tidak ditujukan kepada sikap lahir tetapi ditujukan kepada sikap batin manusia juga, misalnya :
– Hendaklah engkau berlaku jujur.
– Hendaklah engkau berbuat baik terhadap sesama manusia.
Dalam kaidah kesusilaan tedapat juga peraturan-peraturan hidup seperti yang terdapat dalam norma agama misalnya :
– Hormatilah orangtuamu agar engkau selamat diakhirat
– Jangan engkau membunuh sesamamu

2. Kaidah yang mengatur kehidupan antara manusia atau pribadi yang dibagi lebih lanjut menjadi :
a.Kaidah kesopanan, bertujuan agar pergaulan hidup berlangsung dengan menyenangkan. Kaidah ini merupakan peraturan hidup yang timbul dari pergaulan segolongan manusia, misalnya :
– Orang muda harus menghormati orang yang lebih tua
– Janganlah meludah dilantai atau disembarang tempat.
– Berilah tempat terlebih dahulu kepada wanita di dalam kereta api, bis dll (terutama wanita tua, hamil atau membawa bayi)
b. Kaidah hukum, bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam pergaulan hidup antar manusia. Kaidah ini adalah peraturan-peraturan yang timbul dari norma hukum, dibuat oleh penguasa negara. Isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaannya dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat negara misalnya “Dilarang mengambil milik orang lain tanpa seizin yang punya”.

Perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya :
1. Perbedaan antara kaidah dengan kaidah agama dan kesusilaan dapat ditinjau dari berbagai segi sbb :
• Ditinjau dari tujuannya, kaidah hukum bertujuan untuk menciptakan tata tertib masyarakat dan melindungi manusia beserta kepentingannya. Sedangkan kaidah agama dan kesusilaan bertujuan untuk memperbaiki pribadi agar menjadi manusia ideal.
• Ditinjau dari sasarannya : kaidah hukum mengatur tingkah laku manusia dan diberi sanksi bagi setiap pelanggarnya, sedangkan kaidah agama dan kaidah kesusilaan mengatur sikap batin manusia sebagai pribadi. Kaidah hukum menghendaki tingkah laku manusia sesuai dengan aturan sedangkan kaidah agama dan kaidah kesusilaan menghendaki sikap batin setia pribadi itu baik.
• Ditinjau dari sumber sanksinya, kaidah hukum dan kaidah agama sumber sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia (heteronom), sedangkan kaidah kesusilaan sanksinya berasal dan dipaksakan oleh suara hati masing2 pelanggarnya (otonom).
• Ditinjau dari kekuatan mengikatnya, pelaksanaan kaidah hukum dipaksakan secara nyata oleh kekuasaan dari luar, sedangkan pelaksanaan kaidah agama dan kesusilaan pada asasnya tergantng pada yang bersangkutan.
• Ditinjau dari isinya kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban (atribut dan normatif) sedang kaidah agama dan kaidah kesusilaan hanya memberikan kewajiban saja (normatif).
2. Perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah kesopanan
– Kaidah hukum memberi hak dan kewajiban, kaidah kesopanan hanya memberikan kewajiban saja.
– Sanksi kaidah hukum dipaksakan dari masyarakat secara resmi (negara), sanksi kaidah kesopanan dipaksakan oleh masyarakat secara tidak resmi.
3. Perbedaan antara kaidah kesopanan dengan kaidah agama dan kaidah kesusilaan
– Asal kaidah kesopanan dasri luar diri manusia, kaidah agama dan kaidah kesusilaan berasal dari pribadi manusia
– Kaidah kesopanan berisi aturan yang ditujukan kepada sikap lahir manusia, kaidah agama dan kaidah kesusilaan berisi aturan yang ditujukan kepada sikap batin manusia
– Tujuan kaidah kesopanan menertibkan masyarakat agar tidak ada korban, kaidah agama dan kaidah kesusilaan bertujuan menyempurnakan manusia agar tidak menjadi manusia jahat.
Ciri-ciri kaidah hukum yang membedakan dengan kaidah lainnya :
– Hukum bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan
– Hukum mengatur perbuatan manusia yang bersifat lahiriah
– Hukum dijalankan oleh badan-badan yang diakui oleh masyarakat
– Hukum mempunyai berbagai jenis sanksi yang tegas dan bertingkat
– Hukum bertujuan untuk mencapai kedamaian (ketertiban dan ketentraman)

Mengapa kaidah hukum masih diperlukan, sementara dalam kehidupan masyarakat sudah ada kaidah yang mengatur tingkah laku manusia dalam pergaulan hidupnya ?
Hal ini karena :
– Masih banyak kepentingan-kepentingan lain dari manusia dalam pergaulan hidup yang memerlukan perlindungan karena belum mendapat perlindungan yang sepenuhnya dari kaidah agama, kesusilaan dan kaidah sopan santun, kebiasaan maupun adat.
– Kepentingan-kepentingan manusia yang telah mendapat perlindungan dari kaidah-kaidah tersebut diatas, dirasa belum cukup terlindungi karena apabila terjadi pelanggaran terhadap kaidah tersebut akibat atau ancamannya dipandang belum cukup kuat.



BAB III
PENGERTIAN, UNSUR DAN SIFAT-SIFAT HUKUM

A. Aneka arti hukum
1. Hukum dalam arti ketentuan penguasa
Disini hukum adalah perangkat-peraturan peraturan tertulis yang dibuat oleh pemerintah melalui badan-badan yang berwenang
2. Hukum dalam arti para petugas
Disini hukum adalah dibayangkan dalam wujud petugas yang berseragam dan bisa bertindak terhadap orang-orang yang melakukan tindakan-tindakan yang membahayakan warga masyarakat, seperti petugas Polisi patroli, Jaksa dan hakim dengan toganya. Disini hukum dilihat dalam arti wujud fisik yg ditampilkan dalam gambaran orang2 yang bertugas menegakkan hukum.
3. Hukum dalam arti sikap tindak
Yaitu hukum sebagai perilaku yang ajeg atau sikap tindak yang teratur. Hukum ini tidak nampak seperti dalam arti petugas yang patroli, yang memeriksa orang yang mencuri atau hakim yang mengadili, melainkan menghidup bersama dengan perilaku individu terhadap yang lain secara terbiasa dan senantiasa terasa wajar serta rasional. Dalam hal ini sering disebut hukum sebagai suatu kebiasaan (hukum kebiasaan). Contoh seorang mahasiswa “A” numpang sewa kamar kepada keluarga “Z”, ia tiap bulan bayar uang yg menjadi kewajibannya kepada “Z” sedangkan “Z” menerima haknya, disamping melakukan kewajibannya menyediakan segala sesuatu yang diperlukan “A”. Tiap pagi “A” ke kampus naik becak, tawar menawar, ia naik sampai ke tempat tujuan tanpa pikir ia membayarnya. Lama kelamaan “A” mengenal tukang becak dengan baik, maka untuk kuliah begitu melihat tukang becak segera naik tanpa pikir-pikir ia bayar, malahan kadang2 ia hanya berkata bayarnya nanti saja sekalian seminggu. Ini dilihat dari “A” dan masyarakat sekelilingnya dan apabila pengalaman2 semacam ini digabungkan maka hubungan menjadi luas dan rumit, namun tetap terwujud keteraturan karena bekerjanya hukum yang mewarnai sikap tindak atau perilaku masing2 individu dalam masyarakat secara biasa. Disini hukum bekerja mengatur sikap tindak warga masyarakat sedemikian rupa sehingga hukum terlihat sebagai sikap tindak yang tanpak di dalam pergaulan sehari2, ia merupakan suatu kebiasaan (Hukum kebiasaan).

4. Hukum dalam arti sistem kaidah
adalah :
a. Suatu tata kaidah hukum yang merupakan sistem kaidah-kaidah secara hirarkis
b. Susunan kaidah-kaidah hukum yang sangat disederhanakan dari tingkat bawah ke atas meliputi :
– Kaidah-kaidah individual dari badan2 pelaksana hukum terutama pengadilan
– Kaidah-kaidah umum didalam UU hukum atau hukum kebiasaan
– Kaidah-kaidah konstitusi
c. Sahnya kaidah2 hukum dari golongan tingkat yang lebih rendah tergantung atau ditentukan oleh kaidah2 yang termasuk golongan tingkat yang lebih tinggi.
5. Hukum dalam arti jalinan nilai
Hukum dalam artian ini bertujuan mewujudkan keserasian dan kesinambungan antar faktor nilai obyektif dan subyektif dari hukum demi terwujudnya nilai-nilai keadilan dalam hubungan antara individu di tengah pergaulan hidupnya. Nilai objektif tsb misalnya ttg baik buruk, patut dan tidak patut (umum), sedangkan nilai subjektif memberikan keputusan bagi keadilan sesuai keadaan pada suatu tempat , waktu dan budaya masyarakat (khusus). Inilah yg perlu diserasikan antara kepentingan publik, kepentingan privat dan dengan kepentingan individu.
6. Hukum dalam arti tata hukum
Hukum disini adalah tata hukum atau kerapkali disebut sebagai hukum positif yaitu hukum yang berlaku disuatu tempat, pada saat tertentu (sekarang misalnya di Indonesia). Hukum positif tsb misalnya hukum publik (HTN, HAN, Pidana, internasional publik), hukum privat (perdata, dagang, dll)
7. Hukum dalam ilmu hukum
Disini hukum berarti ilmu tentang kaidah atau normwissenschaft atau sallenwissenschaft yaitu ilmu yang menelaah hukum sebagai kaidah atau sistem kaidah-kaidah, dengan dogmatik hukum dan sistematik hukum. Dalam arti ini hukum dilihatnya sebagai ilmu pengetahuan atau science yang merupakan karya manusia yang berusaha mencari kebenaran tentang sesuatu yang memiliki ciri-ciri, sistimatis, logis, empiris, metodis, umum dan akumulatif.
• Normwissenschaft adalah ilmu pengetahuan tentang kaidah/norma
• Sollenwissenschaft adalah ilmu pengetahuan tentang seharusnya.

8. Hukum dalam arti disiplin hukum atau gejala sosial
Dalam hal ini hukum sebagai gejala dan kenyataan yang ada ditengah masyarakat. Secara umum disiplin hukum menyangkut ilmu hukum ((ilmu pengertian, ilmu kaidah dan ilmu kenyataan), politik hukum dan filsafat hukum (ketiganya akan dibicarakan dimuka).
Ilmu hukum adalah ilmu pengetahuan yang berusaha menelaah hukum. Ilmu hukum mencakup dan membicarakan segala hal yang berhubungan dengan hukum. Ilmu hukum objeknya hukum itu sendiri.
Politik hukum adalah mencakup kegiatan2 mencari dan memilih nilai2 dan menerapkan nilai2 tersebut bagi hukum dalam mencapai tujuannya.
Filsafat hukum adalah perenungan dan perumusan nilai2, juga mencakup penyesuaian nilai2, misalnya penyerasian antara ketertiban dengan ketentraman, antara kebendaan dengan keakhlakan dan antara kelanggengan dan pembaharuan.
Ilmu tentang pengertian hukum (begriffeissenschaft) yg dibahas adalah :
1. Masyarakat hukum
2. Subyek hukum
3. Objek hukum
4. Hubungan hukum (peristiwa hukum)
5. Hak dan kewajiban
Ilmu tentang kaidah (Normwiseenschaft) yg dibahas adalah
1. Perumusan norma/kaidah hukum
2. Apa yg dimaksud kaidah abstrak dan konkret
3. Isi dan sifat kaidah hukum
4. Esensialia kaidah hukum
5. Tugas dan kegunaan kaidah hukum
6. Pernyataan dan tanda pernyataan kaidah hukum
7. Penyimpangan terhadap kaidah hukum
8. Berlakunya kaidah hukum
Ilmu tentang kenyataan (taatsashenwissenschaft) hukum yang dibahasa adalah :
1. Sejarah hukum
2. Sosiologi hukum
3. Psikologi
4. Perbandingan hukum
5. Antropologi hukum
Nilai2 dasar hukum (Radbruch) :
1. Keadilan
2. Kemamfaatan/kegunaan
3. Kepastian hukum

B. Berbagai Definisi Hukum :

Begitu banyak definisi hukum dikemukakan oleh ilmuan hukum yang tentu saja sangat berguna dalam hal berikut :

Berguna sebagai pegangan awal bagi orang yang ingin mempelajari hukum, khususnya bagi kalangan pemula.
Berguna bagi kalangan yang ingin lebih jauh memperdalam teori hukum, ilmu hukum, filsafat hukum dan sebagainya.
Arnold (Achmad Ali, 1996 : 27) salah seorang sosiolog, mengakui bahwa dalam kenyataan hukum memang tidak akan pernah dapat didefinisikan secara lengkap, jelas dan tegas. Sehingga sampai sekarang ini tidaka da kesepakatan bersama tentang definisi hukum. Namun Arnold juga menyadari bahwa bagaimanapun para juris tetap akan terus berjuang mencari bagaimana hukum didefinisikan  sebab definisi hukum merupakan bagian yang substansial dalam meberi arti keberadaan hukum sebagai ilmu. Hukum juga merupakan sesuatu yang rasional dan dimungkinkan untuk dibuatkan definisi sebagai penghormatan para juris terhadap eksistensi hukum.

Sebagai pegangan bagi mahasiswa atau bagi orang yang baru belajar hukum, perlu ada definisi hukum sebagai pegangan dalam mencoba mengetahui dan memahami hukum baik secara praktis maupun secara formil

Berikut beberapa definisi hukum yang dikemukakan para ahli hukum (juris) berdasarkan aliran atau paham yang dianutnya :

1. Van Apeldoorn, hukum itu banyak seginya dan demikian luasnya sehingga tidak mungkin menyatakanya dalam (satu) rumusan yang memuaskan.

2. I Kisch, oleh karena hukum itu tidak dapat ditangkap oleh panca indera maka sukarlah untuk membuat definisi tentang hukum yang memuaskan.

3. Lemaire, hukum yang banyak seginya dan meliputi segala macam hal itu menyebabkan tak mungkin orang membuat suatu definisi apapun hukum itu sebenarnya.

4. Grotius, hukum adalah aturan-aturan tingkah laku yang dibuat menjadi kewajiban melalui sanksi-sanksi yang djatuhkan terhadap setiap pelanggaran dan kejahatan melalui suatu otoritas pengendalian.

5. Aristoteles, hukum adalah sesuatu yang berbeda daripada sekadar mengatur dan mengekpresikan bentuk dari kontitusi dan hukum berfungsi untuk mengatur tingkah laku hakim dan putusannya di pengadilan untk menjatuhkan hukuman terhadap pelangggar.

6. Schapera, hukum adalah setiap aturan tingkah laku yang mungkin diselenggarakan oleh pengadilan.

7. Paul Bohannan, hukum adalah merupakan himpunan kewajiban yang telah dilembagakan kembali dalam pranata hukum.

8. Pospisil, hukum adalah aturan-aturan tingkah laku yang dibuat menjadi kewajiban melalui sanksi-sanksi yang dijatuhkan terhadap setiap pelanggaran dan kejahatan melalui suatuotoritas pengendalian.

9. Karl von savigny, hukum adalah aturan yang tebentuk melalui kebiasaan dan perasaan kerakyatan, yaitu melalui pengoperasian kekuasaan secara diam-diam. Hukum berakar pada sejarah manusia, dimana akarnya dihidupkan oleh kesadaran, keyakinan dan kebiasaan warga masyarakat.

10. Marxist, hukum adalah suatu pencerminan dari hubungan umum ekonomis dalam masyarakat pada suatu tahap perkembangan tertentu.

11. John Austin, melihat hukum sebagai perangkat perintah, baik langsung maupun tidak langsung dari pihak yang berkuasa kepada warga rakyatnya yang merupakan masyarakat politik yang independen, dimana otoritasnya (pihak yang berkuasa) meruipakan otoritas tertinggi.

Kelemahan pandangan John Austin sebagai berikut :

1. Hukum dilihat semata-mata sebagai kaidah bersanksi yang dibuat dan diberlakukan oleh negara, padahal di dalam kenyataannya kaidah tersebut belum tentu berlaku.

2. Undang-undang yang dibuat oleh negara, hanya salah satu sumber-sumber hukum

3. Hanya warga masyarakat yang dilihat sebagai subjek hukum, padahal dalam kenyataannya dikenal pula adanya hukum tata negara, hukum administrasi negara, dsb.

12. Hans Kelsen, hukum adalah suatu perintah terhadap tingkah laku manusia. Hukum adalah kaidah primer yang menetapkan sanksi-sanksi. 13 Paul 13. Scholten, hukum adalah suatu petunjuk tentang apa yang layak dilakukan dan apa yang tidak layak untuk dilakukan yang bersifat perintah.

14. van Kan, hukum adalah keseluruhan aturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat.

15. Eugen Ehrlich (Jerman), sesuatu yang berkaitan denagan fungsi kemasyarakatan dan memandang sumber hukum hanya dari legal history and jurisprudence dan living law (hukum yang hidup didalam masyarakat).

16. Bellefroid, hukum adalah kaidah hukum yang berlaku dimasyarakat yang mengatur tata tertib masyarakat dan didasarkan atas kekuasaan yang ada di dalam masyarakat.

17. Holmes (HakimAmerika Serikat), hukum adalah apa yang dikerjakan dan diputuskan oleh pengadilan.

18. Salmond, hukum adalah kumpulan-kumpulan asas-asas yang diakui dan diterapkan oleh negara di dalam pengadilan.

19. Roscoe Pound, hukum itu dibedakan dalam arti :

1. Hukum dalam arti sebagai tata hukum, mempunyai pokok bahasan :

–  hubungan antara manusia denagan individu lainnya

– tingkah laku para individu yang mempengaruhi individu lainnya.

2. Hukum dalam arti kumpulan dasar-dasar kewenangan dari putusan-putusan pengadilan dan tindakan administrasi. Pandangan Roscoe Pound tergolong dalam aliran sosiologis dan realis.

20. Liwellyn, hukum adalah apa yang diputuskan oleh seorang hakim tentang suatu persengketaan adalah hukum itu sendiri.

21. Drs. E. Utrecht, SH, Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.

22. SM. Amin, SH, Hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi.

23. J.C.T. Simorangkir, SH & Woerjono Sastroparnoto, Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan yaitu hukuman tertentu

24. M.H. Tirtaatmidjaja, SH

Hukum adalah semua aturan (norma yang harus diturut dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian —- jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, di denda dsb.

25. Van Vollenhoven (Het adatrecht van Nederlandsche Indie), Hukum adalah suatu gejala dalam pergaulan hidup yang bergejolak terus menerus dalam keadaan bentur membentur tanpa henti-hentinya dengan gejala lainnya.

26. Wirjono Prodjodikoro, hukum adalah rangkaian peraturan2 mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota suatu masyarakat.

27. Soerojo Wignjodipoero, hukum adalah himpunan peraturan2 hidup yang bersifat memaksa, berisikan suatu perintah, larangan atau perizinan untuk bebruat tidak bebruat sesuatu serta dengan maksud untuk mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

C. Isi kaidah hukum :

Ditinjau dari segi isinya kaidah hukum dapat dibagi menjadi tiga :
1. Berisi tentang perintah, artinya kaidah hukum tersebut mau tidak mau harus dijalankan atau ditaati, misalnya ketentuan syarat sahnya suatu perkawinan, ketentuan wajib pajak dsb.
2. Berisi larangan, yaitu ketentuan yang menghendaki suatu perbuatan tidak boleh dilakukan misalnya dilarang mengambil barang milik orang lain, dilarang bersetubuh dengan wanita yang belum dinikahi secara sah dsb.
3. Berisi perkenan, yaitu ketentuan yang tidak mengandung perintah dan larangan melainkan suatu pilihan boleh digunakan atau tidak, namun bila digunakan akan mengikat bagi yang menggunakannya, misalnya mengenai perjanjian perkawinan, pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan. Ketentuan ini boleh dilakukan boleh juga tidak dilaksanakan.

Unsur-unsur kaidah hukum :
Dari beberapa perumusan tentang hukum yang diberikan para sarjana hukum Indonesia diatas, dapatlah disimpulkan bahwa kaidah hukum itu meliputi beberapa unsur yaitu :
a. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat
b. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib
c. Peraturan itu bersifat memaksa
d. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas



BAB IV
TUJUAN, FUNGSI DAN SUMBER-SUMBER HUKUM

A. Tujuan hukum menurut teori

1.  Teori etis (etische theorie)

Teori ini mengajarkan bahwa hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan. Menurut teori ini, isi hukum semata-mata harus ditentukan oleh kesadaran etis kita mengenai apa yang adil dan apa yang tidak adil. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Aristoteles filsuf Yunani dalam bukunya Ethica Nicomachea dan Rhetorica yang menyatakan ”hukum mempunyai tugas yang suci yaitu memberi kepada setiap orang yang berhak menerimanya”.  Selanjutnya Aristoteles membagi keadilan dalam 2 jenis, yaitu :

Keadilan distributif, yaitu keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah menurut jasanya. Artinya, keadilan ini tidak menuntut supaya setiap orang mendapat bagian yang sama banyaknya atau bukan persamaannya, melainkan kesebandingan berdasarkan prestasi dan jasa seseorang.
Keadilan komutatif, yaitu keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah yang sama banyaknya tanpa mengingat jasa masing-masing. Artinya hukum menuntut adanya suatu persamaan dalam memperoleh prestasi atau sesuatu hal tanpa memperhitungkan jasa masing-masing.
Keadilan menurut Aristoteles bukan berarti penyamarataan atau tiap-tiap orang memperoleh bagian yg sama.

2. Teori utilitas (utiliteis theorie)

Menurut teori ini, tujuan hukum ialah menjamin adanya kemamfaatan atau kebahagiaan sebanyak-banyaknya pada orang sebanyak-banyaknya. Pencetus teori ini adalah Jeremy Betham. Dalam bukunya yang berjudul “introduction to the morals and legislation” berpendapat bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah/mamfaat bagi orang.

Apa yang dirumuskan oleh Betham tersebut diatas hanyalah memperhatikan hal-hal yang berfaedah dan tidak mempertimbangkan tentang hal-hal yang konkrit. Sulit bagi kita untuk menerima anggapan Betham ini sebagaimana yang telah dikemukakan diatas, bahwa apa yang berfaedah itu belum tentu memenuhi nilai keadilan atau dengan kata lain apabila yang berfaedah lebih ditonjolkan maka dia akan menggeser  nilai keadilan kesamping, dan jika kepastian oleh karena hukum merupakan tujuan utama dari hukum itu, hal ini akan menggeser nilai kegunaan atau faedah dan nilai keadilan.

3. Teori campuran

Teori ini dikemukakan oleh Muckhtar Kusmaatmadja bahwa tujuan pokok dan pertama dari hukum adalah ketertiban. Di samping itu tujuan lain dari hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya menurut masyarakat dan zamannya.

4.Teori normatif-dogmatif, tujuan hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kepastian hukum (John Austin dan van Kan). Arti kepastian hukum disini adalah adanya melegalkan kepastian hak dan kewajiban.

Van Kan berpendapat tujuan hukum adalah menjaga setiap kepentingan manusia agar tidak diganggu dan terjaminnya kepastiannya.

5. Teori Peace (damai sejahtera)

Menurut teori ini dalam keadaan damai sejahtera (peace) terdapat kelimpahan, yang kuat tidak menindas yang lemah, yang berhak benar-benar mendapatkan haknya dan adanya perlindungan bagi rakyat. Hukum harus dapat menciptakan damai dan sejahtera bukan sekedar ketertiban.

B. Tujuan hukum menurut pendapat ahli :
1. Purnadi dan Soejono Soekanto, tujuan hukum adalah kedamaian hidup antar pribadi yang meliputi ketertiban ekstern antar pribadi dan ketenangan intern pribadi
2. van Apeldoorn, tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian. Perdamain diantara manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan hukum manusia tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda terhadap pihak yg merugikan.
3. R. Soebekti, tujuan hukum adalah bahwa hukum itu mengabdi kepada tujuan negara yaitu mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan para rakyatnya. Hukum melayani tujuan negara tersebut dengan menyelenggarakan “keadilan” dan “ketertiban”.
4.Aristoteles, hukum mempunyai tugas yang suci yaitu memberi kepada setiap orang yang ia berhak menerimanya. Anggapan ini berdasarkan etika dan berpendapat bahwa hukum bertugas hanya membuat adanya keadilan saja.
5. SM. Amin, SH tujuan hukum adalah mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara.

6.Soejono Dirdjosisworo, tujuan hukum adalah melindungi individu dalam hubngannya dengan masyarakat, sehingga dengan demikian dapat diiharapkan terwujudnya keadaan aman, tertib dan adil

7.  Roscoe Pound, hukum bertujuan untuk merekayasa masyarakat artinya hukum sebagai alat perubahan sosial (as a tool of social engeneering), Intinya adalah hukum disini sebagai sarana atau alat untuk mengubah masyarakat ke arah yang lebih baik, baik secara pribadi maupun dalam hidup masyarakat.

8.Bellefroid, tujuan hukum adalah menambah kesejahteraan umum atau kepentingan umum yaitu kesejahteraan atau kepentingan semua anggota2 suatu masyarakat.
9.Van Kant, hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap2 manusia supaya kepentingan itu tidak dapat diganggu
10.Suharjo (mantan menteri kehakiman), tujuan hukum adalah untuk mengayomi manusia baik secara aktif maupun secara pasif. Secara aktif dimaksudkan sebagai upaya untuk menciptakan suatu kondisi kemasyarakatan yang manusia dalam proses yang berlangsung secara wajar. Sedangkan yang dimaksud secara pasif adalah mengupayakan pencegahan atas upaya yang sewenang-wenang dan penyalahgunaan hak secara tidak adil.
Usaha mewujudkan pengayoman ini termasuk di dalamnya diantaranya :
– mewujudkan ketertiban dan keteraturan
– mewujudkan kedamaian sejati
– mewujudkan keadilan bagi seluruh masyarakat
– mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat

Kesimpulan Tujuan Hukum :
1. Tujuan hukum itu sebenarnya menghendaki adanya keseimbangan kepentingan, ketertiban, keadilan, ketentraman, kebahagiaan,damani sejahtera setiap manusia.
2. Dengan demikian jelas bahwa yang dikehendaki oleh hukum adalah agar kepentingan setiap orang baik secara individual maupun kelompok tidak diganggu oleh orang atau kelompok lain yang selalu menonjolkan kepentingan pribadinya atau kepentingan kelompoknya.
3. Inti tujuan hukum adalah agar tercipta  kebenaran dan keadilan

C. Fungsi Hukum 
1. Hukum berfungsi sebagai alat ketertiban dan keteraturan masyarakat. Hukum sbg petunjuk bertingkah laku untuk itu masyarakat harus menyadari adanya perintah dan larangan dalam hukum sehingga fungsi hukum sebagai alat ketertiban masyarakat dapat direalisir.
2. Hukum sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir batin. Hukum yg bersifat mengikat, memaksa dan dipaksakan oleh alat negara yang berwenang membuat orang takut untuk melakukan pelanggaran karena ada ancaman hukumanya (penjara, dll) dan dapat diterapkan kepada siapa saja. Dengan demikian keadilan akan tercapai.
3. Hukum berfungsi sebagai alat penggerak pembangunan karena ia mempunyai daya mengikat dan memaksa dapat dimamfaatkan sebagai alat otoritas untuk mengarahkan masyarakat ke arah yg maju.
4. Hukum berfungsi sebagai alat kritik. Fungsi ini berarti bahwa hukum tidak hanya mengawasi masyarakat semata-mata tetapi berperan juga untuk mengawasi pejabat pemerintah, para penegak hukum, maupun aparatur pengawasan sendiri. Dengan demikian semuanya harus bertingkah laku menurut ketentuan yg berlaku dan masyarakt pun akan merasakan keadilan.
5. Hukum berfungsi sebagai sarana untuk menyelesaikan pertingkaian. Contoh kasus tanah.

D. Sumber-sumber hukum :
1.Pengertian sumber hukum
Sumber hukum adalah segala apa saja (sesuatu) yang menimbulkan aturan-aturan yg mempunyai kekuatan mengikat dan bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya.
Yang dimaksud dengan segala apa saja (sesuatu) yakni faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya hukum, faktor-faktor yang merupakan sumber kekuatan berlakunya hukum secara formal, darimana hukum itu dapat ditemukan. dsb.
Kansil , SH sumber hukum adalah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa yakni aturan2 yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.
Meskipun pengertian sumber hukum dipahami secara beragam, sejalan dengan pendekatan yang digunakan dan sesuaio dengan latar belakang dan pendidikannya, secara umum dapat disebutkan bahwa sumber hukum dipakai orang dalam dua arti. Arti yang pertama untuk menjawab pertanyaan “mengapa hukum itu mengikat ?” Pertanyaan ini bisa juga dirumuskan “apa sumber (kekuatan) hukum hingga mengikat atau dipatuhi manusia”. Pengertian sumber dalam arti ini dinamakan sumbe hukum dalam arti materiil. Kata sumber juga dipakai dalam arti lain, yaitu menjawab pertanyaan “dimanakah kita dapatkan atau temukakan aturan-aturan hukum yanmg mengatur kehidupan kita itu ?” Sumber dalam arti kata ini dinamakan sumber hukum dalam arti formal”. Secara sederhana, sumbe rhukum adalah segala ssuatu yangd apat menimbulkan aturan hukum serta tempat ditemukakannya aturan-aturan hukum.

2. Macam-macam sumber hukum
Sebagaimana diuraikan diatas ada 2 sumber hukum yatu sumber hukum dalam arti materil dan formil.
a. Sumber hukum materiil
Sumber hukum materiil adalah faktor yg turut serta menentukan isi hukum. Dapat ditinjau dari berbagai sudut misalnya sudut ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat, agama, dll. Dalam kata lain sumber hukum materil adalah faktor-faktor masyarakat yang mempengaruhi pembentukan hukum (pengaruh terhadap pembuat UU, pengaruh terhadap keputusan hakim, dsb). Atau faktor yang ikut mempengaruhi materi (isi) dari aturan-aturan hukum, atau tempat darimana materi hukum tiu diambil. Sumber hukum materil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum.
Faktor tersebut adalah faktor idiil dan faktor kemasyarakatan.
Faktor idiil adalah patokan-patokan yang tetap mengenai keadilan yang harus ditaati oleh para pembentuk UU ataupun para pembentuk hukum yang lain dalam melaksanakan tugasnya.
Faktor kemasyarakatan adalah hal-hal yang benar-benar hidup dalam masyarakat dan tunduk pada aturan-aturan yang berlaku sebagai petunjuk hidup masyarakat yang bersangkutan. Contohnya struktur ekonomi, kebiasaan, adat istiadat, dll
Dalam berbagai kepustakan hukum ditemukan bahwa sumber hukum materil itu terdiri dari tiga jenis yaitu (van Apeldoorn) :
1) sumber hukum historis (rechtsbron in historischezin) yaitu tempat kita dapat menemukan hukumnya dalam sejarah atau dari segi historis. Sumber hukum ini dibagi menjadi :
a) Sumber hukum yg merupakan tempat dapat ditemukan atau dikenal hukum secara historis : dokumen-dokumen kuno, lontar, dll.
b) Sumber hukum yg merupakan tempat pembentuk UU mengambil hukumnya.
2) sumber hukum sosiologis (rechtsbron in sociologischezin) yaitu Sumber hukum dalam arti sosiologis yaitu merupakan faktor-faktor yang menentukan isi hukum positif, seperti misalnya keadaan agama, pandangan agama, kebudayaan dsb.
3) sumber hukum filosofis (rechtsbron in filosofischezin) sumber hukum ini dibagi lebih lanjut menjadi dua :
a) Sumber isi hukum; disini dinyatakan isi hukum asalnya darimana.
Ada tiga pandangan yang mencoba menjawab pertanyaan ini yaitu :
– pandangan theocratis, menurut pandangan ini hukum berasal dari Tuhan
– pandangan hukum kodrat; menurut pandangan ini isi hukum berasal dari akal manusia
– pandangan mazhab hostoris; menurut pandangan isi hukum berasal dari kesadaran hukum.
b). Sumber kekuatan mengikat dari hukum yaitu mengapa hukum mempuyai kekuatan mengikat, mengapa kita tunduk pada hukum

b. Sumber hukum formal
Sumber hukum formal adalah sumber hukum dengan bentuk tertentu yang merupakan dasar berlakunya hukum secara formal. Jadi sumber hukum formal merupakan dasar kekuatan mengikatnya peraturan-peraturan agar ditaati oleh masyarakat maupun oleh penegak hukum.
Apa beda antara undang-undang dengan peraturan perundang-undangan ? Undang-undang dibuat oleh DPR persetujuan presiden, sedangkan peraturan perundang-undangan dibuat berdasarkan wewenang masing-masing pembuatnya, seperti PP, dll atau
Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum (Pasal 1 ayat 2 UU No. 10 tahun 2004)

Macam-macam sumber hukum formal :

A. Undang-undang, yaitu suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara

Menurut Buys, Undang-Undang itu mempunyai 2 arti :

Dalam arti formil, yaitu setiap keputusan pemerintah yang merupakan UU karena cara pembuatannya (misalnya, dibuat oleh pemerintah bersama-sama dengan parlemen)
Dalam arti material, yaitu setiap keputusan pemerintah yang menurut isinya mengikat setiap penduduk.
Menurut UU No. 10 tahun 2004 yang dimaksud dengan UU adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPR dengan persetujuan bersama Presiden (pasal 1 angka 3)

Syarat berlakunya ialah diundangkannya dalam lembaran negara (LN = staatsblad) dulu oleh Menteri/Sekretaris negara. Sekarang oleh Menkuhham (UU No. 10 tahun 2004). Tujuannya agar setiap orang dapat mengetahui UU tersebut (fictie=setiap orang dianggap tahu akan UU = iedereen wordt geacht de wet te kennen, nemo ius ignorare consetur= in dubio proreo, latin).

Konsekuensinya adalah ketika seseorang melanggar ketentuan hukum tidak boleh beralasan bahwa ketentuan hukum itu tidak diketahuinya. Artinya apabila suatu ketentuan perundang-undangan itu sudah diberlakukan (diundangkan) maka dianggap (difiksikan) bahwa semua orang telah mengetahuinya dan untuk itu harus ditaati.

Berakhirnya/tidak berlaku lagi jika :
a. Jangka waktu berlakunya telah ditentukan UU itu sudah lampau
b. Keadaan atau hal untuk mana UU itu diadakan sudah tidak ada lagi .
c. UU itu dengan tegas dicabut oleh instansi yang membuat atau instansi yang lebih tinggi.
d. Telah ada UU yang baru yang isinya bertentangan atau berlainan dgn UU yg dulu berlaku.

Lembaran negara (LN) dan berita negara :
LN adalah suatu lembaran (kertas) tempat mengundangkan (mengumumkan) semua peraturan negara dan pemerintah agar sah berlaku. Penjelasan daripada suatu UU dimuat dlm tambahan LN, yg mempunyai nomor urut. LN diterbitkan oleh Menteri sekretaris negara, yg disebut dgn tahun penerbitannya dan nomor berurut, misalnya L.N tahun 1962 No. 1 (L.N.1962/1)
Berita negara adalah suatu penerbitan resmi sekretariat negara yg memuat hal-hal yang berhubungan dengan peraturan-peraturan negara dan pemerintah dan memuat surat-surat yang dianggap perlu seperti : Akta pendirian PT, nama orang-orang yang dinaturalisasi menjadi WNI, dll,
Catatan : Jika berkaitan dengan peraturan daerah diatur dalam lembaran daerah

Kekuatan berlakunya undang-undang :
• UU mengikat sejak diundangkan berarti sejak saat itu orang wajib mengakui eksistensinya UU.
• Sedangkan kekuatan berlakunya UU berarti sudah menyangkut berlakunya UU secara operasional.
• Agar UU mempunyai kekuatan berlaku ahrus memenuhi persyaratan yaitu 1). Kekuatan berlaku yuridis, 2). Kekuatan berlaku sosiologis dan, 3) kekuatan berlaku fiolosofis.
• Hal ini akan dibahas pada bab selanjutnya.

Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut (Pasal 7 UU No. 10/2004) :
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
3. Peraturan Pemerintah;
4. Peraturan Presiden;
5. Peraturan Daerah (propinsi, kabupaten, desa)

B. Kebiasaan (custom)
Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikan rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian timbullah suatu kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.
Contoh apabila seorang komisioner sekali menerima 10 % dari hsil penjualan atau pembelian sebagai upah dan hal ini terjadi berulang dan juga komisioner yg lainpun menerima upah yang sama yaitu 10 % maka oleh karena itu timbul suatu kebiasaan yg lambat laun berkembang menjadi hukum kebiasaan.
Namun demikian tdk semua kebiasaan itu pasti mengandung hukum yg baik dan adil oleh sebab itu belum tentu kebiasaan atau adat istiadat itu pasti menjadi sumber hukum formal.
Adat kebiasaan tertentu di daerah hukum adat tertentu yg justru sekarang ini dilarang untuk diberlakukan karena dirasakan tidak adil dan tidak berperikemanusiaan sehingga bertentangan denagan Pancasila yang merupakan sumber dari segala sumber hukum, misalnya jika berbuat susila/zinah, perlakunya ditelanjangi kekeliling kampung.

Untuk timbulnya hukum kebiasaan diperlukan beberapa syarat :
1. Adanya perbuatan tertentu yg dilakukan berulang2 di dalam masyarakat tertentu (syarat materiil)
2. Adanya keyakinan hukum dari masyarakat yang bersangkutan (opinio necessitatis = bahwa perbuatan tsb merupakan kewajiban hukum atau demikianlah seharusnya) = syarat intelektual
3. Adanya akibat hukum apabila kebiasaan itu dilanggar.
Selanjutnya kebiasaan akan menjadi hukum kebiasaan karena kebiasaan tersebut dirumuskan hakim dalam putusannya. Selanjutnya berarti kebiasaan adalah sumber hukum.
Kebiasaan adalah bukan hukum apabila UU tidak menunjuknya (pasal 15 AB = (Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia = ketentuan2 umum tentang peraturan per UU an untuk Indonesia
Disamping kebiasaan ada juga peraturan yang mengatur tata pergaulan masyarakat yaitu adat istiadat. Adat istiadat adalah himpunan kaidah sosial yang sudah sejak lama ada dan merupakan tradisi serta lebih banyak berbau sakral, mengatur tata kehidupan masyarakat tertentu. Adat istiadat hidup dan berkembang di masyarakat tertentu dan dapat menjadi hukum adat jika mendapat dukungan sanksi hukum. Contoh Perjanjian bagi hasil antara pemilik sawah dengan penggarapnya. Kebiasaan untuk hal itu ditempat atau wilayah hukum adat tertentu tidak sama dengan yang berlaku di masyarakat hukum adat yang lain. Kebiasaan dan adat istiadat itu kekuatan berlakunya terbatas pada masyarakat tertentu.

C. Jurisprudensi (keputusan2 hakim)
Adalah keputusan hakim yang terdahulu yag dijadikan dasar pada keputusan hakim lain sehingga kemudian keputusan ini menjelma menjadi keputusan hakim yang tetap terhadap persoalan/peristiwa hukum tertentu.
Seorang hakim mengkuti keputusan hakim yang terdahulu itu karena ia sependapat dgn isi keputusan tersebut dan lagi pula hanya dipakai sebagai pedoman dalam mengambil sesuatu keputusan mengenai suatu perkara yang sama.
Ada 2 jenis yurisprudensi :

Yurisprudensi tetap keputusan hakim yg terjadi karena rangkaian keputusan yang serupa dan dijadikan dasar atau patokanuntuk memutuskan suatu perkara (standart arresten)
Yurisprudensi tidak tetap, ialah keputusan hakim terdahulu yang bukan standart arresten.
D.Traktat (treaty)
Traktat adalah perjanjian yang diadakan oleh 2 negara atau lebih yang mengikat tidak saja kepada masing-masing negara itu melainkan mengikat pula warga negara-negara dari negara-negara yang berkepentingan.
Macam-macam Traktat :
a. Traktat bilateral, yaitu traktat yang diadakan hanya oleh 2 negara, misalnya perjanjian internasional yang diadakan diadakan antara pemerintah RI dengan pemerintah RRC tentang “Dwikewarganegaraan”.
b.Traktat multilateral, yaitu perjanjian internaisonal yang diikuti oleh beberapa negara, misalnya perjanjian tentang pertahanan negara bersama negara-negara Eropa (NATO) yang diikuti oleh beberapa negara Eropa.

E. Perjanjian (overeenkomst) adalah suatu peristiwa dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan tertentu. Para pihak yang telah saling sepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan, berkewajiban untuk mentaati dan melaksanakannya (asas (pact sunt servanda).
F. Pendapat sarjana hukum (doktrin)
Pendapat sarjanan hukum (doktrin) adalah pendapat seseorang atau beberapa orang sarjana hukum yang terkenal dalam ilmu pengetahuan hukum. Doktrin ini dapat menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusannya.

Sumber hukum menurut Algra :
1. Sumber materiil, yaitu tempat darimana materi hukum itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan sosial, hubungan kekuatan politik, situasi sosial ekonomi, kebudayaan, agama, keadaan geografis, dsb.
2. Sumber hukum formil, yaitu tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu formal berlaku, misalnya UU, perjanjian antar negara, yurisprudensi dan kebiasaan.

Sumber hukum menurut Ahmad Sanusi :
1. Sumber hukum normal :
a.Sumber hukum normal yang langsung atas pengakuan UU yaitu, UU, perjanjian antar negara dan kebiasaan.
b. Sumber hukum normal yang tidak langsung atas pengakuan UU, yaitu perjanjian doktrin dan yurisprudensi.
2. Sumber hukum abnormal yaitu :
a. Proklamasi
b. Revolusi
c. Coup d’etat

Sumber hukum menurut van Apeldoorn :
1. Sumber hukum dalam arti historis, yaitu tempat kita dapat menemukan hukumnya dalam sejarah atau dari segi historis. Sumber hukum ini dibagi menjadi :
a. Sumber hukum yg merupakan tempat dapat ditemukan atau dikenal hukum secara historis : dokumen-dokumen kuno, lontar, dll.
b. Sumber hukum yg merupakan tempat pembentuk UU mengambil hukumnya.
2. Sumber hukum dalam arti sosiologis yaitu merupakan faktor-faktor yang menentukan isi hukum positif, seperti misalnya keadaan agama, pandangan agama, kebudayaan dsb.
3. Sumber hukum dalam arti filosofis, sumber hukum ini dibagi lebih lanjut menjadi dua :
a. Sumber isi hukum; disini dinyatakan isi hukum asalnya darimana.
Ada tiga pandangan yang mencoba menjawab pertanyaan ini yaitu :
– pandangan theocratis, menurut pandangan ini hukum berasal dari Tuhan
– pandangan hukum kodrat; menurut pandangan ini isi hukum berasal dari akal manusia
– pandangan mazhab hostoris; menurut pandangan isi hukum berasal dari kesadaran hukum.
b. Sumber kekuatan mengikat dari hukum yaitu mengapa hukum mempuyai kekuatan mengikat, mengapa kita tunduk pada hukum
4. Sumber hukum dalam arti formil, yaitu sumber hukum dilihat dari cara terjadinya hukum positif merupakan fakta yang menimbulkan hukum yang berlaku yang mengikat hakim dan penduduk.



BAB V
PENGERTIAN DASAR / KONSEP DALAM HUKUM

A.  Subyek hukum dan obyek hukum

Pengertian subyek hukum
–          segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban menurut hukum

–          sesuatu pendukung hak/kewajiban, jadi memiliki wewenang hukum

Pembagian subyek hukum :

a. Manusia (natuurlijke persoon)

b. Badan hukum (rechtspersoon)

Ad. 1. Manusia

Manusia sebagai subyek hukum berarti manusia adalah pembawa hak dan kewajiban sehingga dapat melakukan sesuatu tindakan hukum; ia dapat mengadakan persetujuan-persetujuan, menikah, membuat wasiat, dan sebagainya.

Berlakunya manusia sebagai pembawa hak, mulai dari saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meningal dunia, malah seorang anak yang masih dalam kandungan ibunya dapat dianggap sebagai pembawa hak (dianggap telah lahir) jika kepentingannya memerlukan (untuk menjadi ahli waris).

Jadi pada hakikatnya setiap manusia sejak ia lahir mempeoleh hak dan kewajiban. Apabila ia meninggal dunia maka hak dan kewajibannya akan beralih kepada ahli warisnya. Bahkan oleh hukum anak yang ada dalam kandungan seorang perempuanpun sudah mempunyai hak, karena dianggap telah dilahirkan dengan catatan jika kepentingannya menghendaki (hak waris). Hal diatur dalam pasal 2 ayat 1 KUHPerdata berbunyi “anak yg ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap sebagai telah dilahirkan, bilaman juga kepentingan si anak menghendakinya”. Pada ayat 2 berbunyi “mati sewaktu dilahirkan dianggap ia tak pernah ada”.

Ketentuan ini menegaskan bahwa hak dan kewajiban si anak baru dianggap ada jika ia dilahirkan hidup, apabila ia dilahirkan mati maka haknya dianggap tidak ada, misalnya kepentingan si anak untuk menjadi ahli waris dari orang tuanya, walaupun ia masih berada dalam kandungan ia dianggap telah dilahirkan dan oleh karena itu harus diperhitungkan hak-haknya sebagai ahli waris. Tetapi jika ia dilahirkan mati maka hak si anak dianggap tidak pernah ada.

Disamping itu juga berdasarkan undang-undang seseorang dianggap telah meninggal dunia jika hilang atau tidak diketahui dimana ia berada dan tidak ada kepastian apakah ia masih hidup dalam tenggang waktu setelah lewat 5 tahun sejak ia meninggalkan tempat kediamannya (Pasal 467, 468, 469 KUHPerdata).

Berdasarkan ketentuan undang-undang tersebut maka hak dan kewajiban orang yang telah dinyatakan menurut hukum meninggal dunia itu telah berakhir dan segala hak dan kewajibannya beralih kepada ahli warisnya

Cakap  dan tidak cakap cakap melakukan perbuatan hukum :

Cakap melakukan perbuatan hukum artinya subyek itu dapat melakukan atau bertindak baik sendiri maupun bersama orang lain di dalam menjalankan hak dan kewajibannya. Pada prinsipnya setiap orang tidak kecuali dapat memiliki dan melaksanakan hak-hak akan tetapi tidak semua orang dinyatakan cakap di dalam melaksanakan hak-haknya itu, namun untuk dapat dikatakan itu harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

Orang tersebut telah mencapai usia 21 tahun atau telah menikah.
Orang tersebut mempunyai kewenangan untuk melaksanakan hak dan kewajiban (misalnya ia berwenang menjual barang, dimana barang dikakarenakan tersebut benar miliknya)
Orang tersebut harus memiliki jiwa dan akal yang sehat.
Pengertian dewasa

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUPerdata) seseorang yang dikatakan sudah dewasa adalah saat berusia 21 tahun bagi laki-laki dan 19 tahun bagi wanita. Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, kedewasaan seseorang adalah saat berusia 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi wanita. Lain hal pula menurut hukum adat kedewasaan seseorang apabila sudah mampu bekerja atau mencari nafkah sendiri.

Lalu acuan apa yang kita pakai dalam hal ini. Acuan yang dipakai adalah berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata karena ketentuan ini masih berlaku secara umum. Sedangkan ketentuan lainnya hanaya berlaku secara khusus.

Pentingnya arti kecakapan menurut hukum tentunya mempunyai 2 (dua) maksud, yaitu  pertama maksud yang dilihat dari sudut keadilan yaitu perlunya orang yang membuat perjanjian mempunyai cukup kemampuan untuk menginsyafi/menyadari secara benar akan tanggung jawab yang dipikulnya dengan perbuatan tersebut. Dan kedua, maksud yang dilihat dari sudut ketertiban hukum, yang berarti orang yang membuat perjanjian itu berarti mempertaruhkan kekayaannya.

Tidak cakap melakukan perbuatan hukum, artinya subyek hukum sekalipun pendukung hak dan kewajiban, namun dinyatakan subyek tersebut dinyatakan tidak dapat bertindak sendiri di dalam melaksanakan hak dan kewajibannya dalam berbagai perbuatan-perbuatan hukum (handelingsonbekwaam). Adapun orang tersebut adalah :

Orang yang masih dibawah umur (belum mencapai usia 21 tahun = belum dewasa)
Orang yang tidak sehat pikirannya (gila), pemabuk dan pemboros, mereka ditaruh dibawah pengampuan (curatele)
Orang yang dilarang oleh UU untuk melakukan perbuatan hukum tertentu, misalnya orang yang dinyatakan pailit (Pasal 1330 BW jo UU Kepailitan)
Catatan : Dalam ketentuan KUHPerdata kecakapan adalah merupakan salah satu syarat untuk sahnya suatu perikatan/perjanjian yang berarti bahwa segala perikatan yg dilakukan oleh orang yang tidak cakap dapat dibatalkan atau diminta pembatalannya melalui hakim. Tetapi sebaliknya dalam hal perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad, ketidakcakapan seseorang tidak mempengaruhi timbul atau tidaknya “akibat hukum” dari perbuatan itu.

Ad. 2. Badan hukum

Badan hukum adalah bukan orang tapi merupakan badan-badan (kumpulan manusia) yang oleh hukum diberi status  “persoon” yang mempunyai hak dan kewajiban seperti manusia.

Badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat melakukan sebagai pembawa hak manusia, misalnya; dapat melakukan persetujuan-persetujuan, memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya.

Badan hukum dapat dibagi menjadi :

a. Badan hukum publik yaitu badan hukum yang didirikan oleh pemerintah/negara yang lapangan pekerjaannya adalah untuk kepentingan umum, misalnya negara RI, daerah tingkat I, II/kotamadya, Bank-Bank Negara dsb.

b. Badan hukum privat, yaitu badan hukum yang bentuk dan susunannya diatur oleh hukum privat dan menurut tujuannya yang dikejar dapat dibeda-bedakan dalam :

a. Perikatan dengan tujuan materiil (perkumpulan, mesjid, gereja)

b. Perikatan dengan tujuan memperoleh laba (PT)

c. Perikatan dengan tujuan memenuhi kebutuhan materil para anggotanya (Koperasi)

Disamping penggolongan tersebut dapat pula dibagi-bagi badan hukum itu menjadi 2 jenis yaitu :

1)  Korporasi ialah suatu gabungan orang yang dalam pergaulan hukum bertindak bersama-sama sebagai satu subyek hukum tersendiri (personifikasi), misalnya PT, Dati-Dati, Koperasi dsb.

2)  Yayasan ialah tiap kekayaan yang tidak merupakan kekayaan orang atau kekayaan badan dan yang diberi tujuan tertentu, misalnya Yayasan Badan Wakaf UII dsb.

2. Pengertian Obyek Hukum :

Obyek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum (manusia atau badan hukum) dan yang dapat menjadi pokok (obyek) suatu hubungan hukum, karena hal itu dapat dikuasai oleh subyek hukum. Biasanya obyek hukum disebut benda.

Benda menurut Pasal 499 KUHPerdata ialah semua barang, semua hak yang dapat dimiliki subyek hukum.

Macam-macam benda :

Menurut pasal 503 KUHPerdata benda dibedakan antara :

Benda berwujud (bertubuh), yaitu yang dapat diraba oleh panca indera (buku, rumah, meja, dsb)
Benda tidak berwujud (tak bertubuh) yaitu segala macam hak, seperti hak cipta, hak mereka, paten, piutang, dll.
Menurut pasal 504 KUHPerdata membeda-bedakan benda :

Benda bergerak yang dibedakan sbb :
1)      Menurut sifatnya dapat bergerak sendiri (hewan dsb)

2)      Yang dapat dipindahkan (buku, meja, dsb)

3)      Karena penetapan undang-undang (hak-hak atas benda 1 dan 2 diatas)

Benda tidak begerak, dibeda-bedakan sebagai berikut :
1)        Karena sifatnya (tanah dan semua yang didirikan diatasnya seperti rumah dsb) dan yang ada di dalam tanah  (kekayaan alam yang terpendam).

2)        Karena maksud tujuan (yaitu benda-benda yang oleh pemilik dihubungkan dengan benda tersebut di (1) diatas), misalnya gambar-gambar atau kaca-kaca yang dipasang dalam gedung percetakan.

3)        Karena penetapan undang-undang (hak-hak atas benda tersebut 1 dan 2 diatas), misalnya Hak Guna Usaha.

B. Hak dan Kewajiban

1. Hak

Hak adalah izin dan wewenang yang diberikan oleh hukum terhadap setiap subyek hukum.

Hak itu dapat dibedakan antara :

a.  Hak mutlak (hak absolut) dan,

b. Hak nisbi (hak relatif)


Hak mutlak (hak absolut)

Hak mutlak ialah hak yang memberikan wewenang kepada seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan, hak mana dapat dipertahankan terhadap siapapun juga, sebaiknya setiap orang juga harus menghormati hak tersebut.

Hak mutlak dapat pula dibagi dalam 3 (tiga) golongan :

a. Hak asasi manusia, misalnya hak seseorang untuk dengan bebas bergerak dan tinggal dalam suatu negara.

b. Hak publik mutlak, misalnya hak negara untuk memungut pajak dari rakyatnya

c. Hak Keperdataan, misalnya :

1.   Hak marital, yaitu hak seorang suami untuk menguasai istrinya dan harta benda istrinya

2.   Hak/kekuasan orang tua (ouderlijke macht)

3.   Hak perwalian (voogdij) & hak pengampuan (curatele)

Hak Nisbi (hak relatif)

Hak nisbi ialah hak yang memberikan wewenang kepada seorang tertentu atau beberapa orang tertentu untuk menuntut agar supaya seseorang atau beberapa orang lain tertentu memberikan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.

Hak nisbi sebagian besar terdapat dalam hukum perikatan yang timbul berdasarkan persetujuan-persetujuan dari pihak-pihak yang bersangkutan. Contoh dari persetujuan jual beli terdapat hak nisbi/ralatif seperti :

a. Hak penjual untuk menerima pembayaran dan kewajibannya untuk menyerahkan barang kepada pembeli.

b. Hak pembeli untuk menerima barang dan kewajibannya untuk melakukan pembayaran kepada penjual.

2. Kewajiban:

Kewajiban adalah suatu beban yang ditanggung oleh seseorang yang bersifat kontraktual (asas pact sunt servanda). Hak dan kewajiban itu timbul apabila terjadi hubungan antara 2 pihak yang berdasarkan pada suatu kontrak atau perjanjian. Jadi selama hubungan hukum yang lahir dari perjanjian itu belum berakhir, maka pada salah satu pihak ada beban kontraktual, ada keharusan atau kewajiban untuk memenuhinya.

Kewajiban tidak selalu muncul sebagai akibat adanya kontrak, melainkan dapat pula muncul dari peraturan hukum yang ditentukan oleh lembaga yang berwenang. Kewajiban disini merupakan keharusan untuk mentaati hukum yang disebut wajib hukum (rechtsplicht) misalnya mempunyai sepeda motor wajib membayar pajak sepeda motor.

C. Peristiwa, Hubungan dan Akibat Hukum

1.  Peristiwa hukum

Peristiwa hukum yaitu peristiwa-peristiwa kemasyarakatan yang timbul dari hubungan-hubungan anggota masyarakat yang oleh hukum diberikan akibat-akibat hukum.

Peristiwa hukum dibedakan menjadi :

a. Perbuatan subyek hukum (manusia dan badan hukum)

b. Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subyek hukum

Perbuatan subyek hukum dapat pula dibedakan antara lain :

a.  Perbuatan hukum yaitu segala perbuatan manusia yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban. Suatu perbuatan merupakan perbuatan hukum kalau perbuatan itu oleh hukum diberi akibat (mempunyai akibat hukum) dan akibat itu dikehendaki oleh yang bertindak.

Perbuatan hukum itu terdiri   dari ;

1)      Perbuatan hukum sepihak yaitu perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu pihak saja dan menimbulkan hak dan kewajiban pada satu pihak pula misalnya  pembuatan surat wasiat, pemberian hadiah sesuatu benda (hibah), dsb.

2)      Perbuatan hukum dua pihak ialah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua pihak dan menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi kedua belah pihak (timbal balik) misalnya membuat persetujuan jual beli, sewa menyewa, dll

b. Perbuatan lain yang bukan perbuatan hukum dibedakan :

1) Zaakwaarneming, yaitu perbuatan memperhatikan (mengurus) kepentingan orang lain dengan tidak diminta oleh orang  itu untuk memperhatikan kepentingannya. Perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, walaupun bagi hukum tidak perlu akibat tersebut dikehendaki oleh pihak yang melakukan perbuatan itu. Jadi akibat yang tidak dikehendaki oleh yang melakukan perbuatan itu diatur oleh hukum tetapi perbuatan tersebut bukanlah perbuatan hukum.

Menurut Pasal 1354 KUHPerdata, pengertian Zaakwarneming adalah  mengambil alih tanggung jawab dari sesorang sampai yang bersangkutan sanggup lagi untuk mengurus dirinya sendiri. Pasal 1354 KUHPerdata menyebutkan,” jika seseorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang tersebut, maka dia secara diam-diam telah mengikatkan dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut, hingga orang yang diwakili kepentingannya itu dapat mengerjakan sendiri urusan tersebut. Ia diwajibkan pula mengerjakan segala kewajiban yang harus dipikulnya, seandainya ia dikuasakan dengan suatu pemberian kuasa yang dinyatakan dengan tegas.

2)     Onrechtmatige daad (perbuatan yang bertentangan dengan hukum). Akibat suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum diatur juga oleh hukum, meskipun akibat itu itu memang tidak dikehendaki oleh yang melakukan perbuatan tersebut. Dalam hal ini siapa yang melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum harus mengganti kerugian yang diderita oleh yang dirugikan karena perbuatan itu. Jadi, karena suatu perbuatan  bertentangan dengan hukum timbulah suatu perikatan untuk mengganti kerugian yang diderita oleh yang dirugikan. Asas ini terdapat dalam Pasal 1365 KUHPerdata.

Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subyek hukum

Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subyek hukum atau peristiwa hukum lainnya yaitu peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat yang tidak merupakan akibat dari perbuatan subyek hukum, misalnya kelahiran seorang bayi, kematian seseorang , lewat waktu (kadaluarsa).

Kadaluarsa dibagi 2 yaitu :

Kadaluarsa aquisitief adalah kadaluarsa atau lewat waktu yang menimbulkan hak.
Kadaluarsa extincief adalah kadaluarsa yang melenyapkan kewajiban.
Kelahiran langsung menimbulkan hak anak yang dilahirkan untuk mendapat pemeliharaan dari roang tuanya dan menimbulkan kewajiban bagi orang tuanya untuk memelihara anaknya. Kematian juga merupakan peristiwa hukum karena dengan adanya kematian seseorang menimbulkan hak dan kewajiban para ahli warisnya. Kemudian, lewat waktu dapat mengakibatkan seseorang memperoleh suatu hak (acquisitieve verjaring) atau dibebaskan dari suatu tanggung jawab/kewajiban (extinctieve verjaring) setelah habis masa tertentu dan syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang terpenuhi.

D. Hubungan Hukum :

Hubungan hukum adalah hubungan antara 2 subyek hukum atau lebih dimana hak dan kewajiban disatu pihak berhadapan dengan hak dan kewajiban dipihak yang lain. Atau dalam kata lain isi adanya hubungan tersebut adalah hak dan kewajiban pihak-pihak. Hubungan tersebut diatur oleh hukum.

Hubungan hukum memiliki 3 unsur :

1. Orang-orang yang berhak/kewajibannya saling berhadapan contohnya A menjual rumahnya kepada B, maka :

–          A wajib menyerahkan rumahnya kepada B,

–          A berhak meminta pembayaran kepada B

–          B wajib membayar kepada A

–          B berhak meminta rumah A setelah dibayar

2. Obyek terhadap nama hak/kewajiban diatas tadi berlaku (dalam contoh tersebut : terhadap rumah)

3. Hubungan antara pemilik hak dan pengemban kewajiban atau hubungan terhadap obyek yang bersangkutan, contoh A dan B sewa menyewa rumah Tiap hubungan hukum mempunyai 2 segi yakni : kekuasaan/hak (bevoegheid) dan kewajiban (plicht).

Adanya hubungan hukum harus memenuhi syarat-syarat :

Adanya dasar hukumnya, yaitu peraturan hukum yang mengatur hubungan itu
Timbul Peristiwa hukum
Contoh :

– A dan B mengadakan peristiwa jual beli rumah

– Diatur oleh Pasal 1474 dan 1513 KUHperdata (dasar hukumnya)

– Terjadi peristiwa hukum (disebut perjanjian jual beli)

Hubungan hukum dibagi 2 :

Hubungan hukum sepihak yaitu hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak secara berlawanan. Contoh kasus penghibahan atas tanah dari orang tua angkat kepada anak angkatnya.
Hubungan hukum timbal balik yaitu hubungan hukum yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak yang bersangkutan. Contoh perjanjian jual beli sebidang tanah Dalam hal ini timbul hak dan kewajiban bagi penjual dan pembeli tanah
E. Akibat hukum

Akibat hukum yaitu akibat sesuatu tindakan hukum. Tindakan hukum adalah tindakan yang dilakukan guna memperoleh sesuatu akibat yang dikehendaki dan yang diatur oleh hukum. Atau akibat hukum adalah akibat yang ditimbulkan oleh peristiwa hukum

Akibat hukum dapat berupa :

a. Lahirnya — ubahnya atau lenyapnya sesuatu keadaan hukum

Contoh :

– Menjadi umur 21 tahun cakap untuk melakukan tindakan hukum

– Dalam pengampuan jadi kehilangan kecakapan melakukan  tindakan hukum diatas.

b. Lahirnya—ubahnya atau lenyapnya sesuatu hubungan hukum (hubungan antara dua subyek hukum atau lebih dimana hak dan kewajiban disatu pihak berhadapan dengan hak dan kewajiban dipihak yg lain. Contoh A mengadakan perjanjian jual beli dengan B lahir hubungan hukum A/B. Sesudah dibayar lunas lenyap hubungan itu.

c. Sanksi—apabila melakukan tindakan melawan hukum, Contoh A menabrak seseorang hingga berakibat luka berat, A harus mendapat sanksi berupa pidana penjara atau pidana denda

F. Asas Hukum

1. Beberapa pendapat tentang asas hukum :

a. Bellefroid, menyebutkan bahwa asas hukum adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan yang ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum. Asas hukum itu merupakan pengendapan hukum positif dalam suatu masyarakat.

b. Van Eikama Hommes, menyebutkan asas hukum itu tidak boleh dianggap sebagai norma-norma hukum yang konkrit akan tetapi perlu dipandang sebagai dasar-dasar atau petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku. Dengan kata lain asas hukum adalah dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif.

c. P. Scholten, mengatakan bahwa asas hukum adalah kecendrungan-kecendrungan yang disyaratkan oleh pandangan kesusilaan kita pada hukum, merupakan sifat-sifat umum dengan segala keterbatasannya sebagai pembawaan yang umum itu tetapi yang tidak boleh tidak harus ada.

d. Sudikno Mertokusumo, menyimpulkan bahwa asas hukum atau prinsip hukum bukanlah peraturan hukum konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan yang konkrit yang terdapat dalam dan dibelakang setiap sistem hukum yang menjelma dalam peraturan peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dalam peraturan konkrit tersebut.

Kesimpulan asas hukum :

Pada dasarnya apa yang disebut dengan asas hukum adalah dasar-dasar umum yang terkandung dalam peraturan hukum dan dasar-dasar umum tersebut adalah merupakan sesuatu yang mengandung nilai-nilai etis. Peraturan hukum adalah ketentuan konkrit tentang cara berperilaku di dalam masyarakat. Ia merupakan konkritisasi dari asas hukum.

Asas hukum bukanlah norma hukum konkrit karena asas hukum adalah jiwanya norma hukum itu. Norma hukum merupakan penjabaran secara konkrit dari asas hukum. Dikatakan asas hukum sebagai jiwanya norma hukum atau peraturan hukum karena ia merupakan dasar lahirnya peraturan hukum. Asas hukum merupakan petunjuk arah arah bagi pembentuk hukum dan pengambil keputusan. Asas hukum tidak mempunyai sanksi sedangkan norma hukum mempunyai sanksi. Pada umumnya asas hukum tidak dituangkan dalam bentuk peraturan yang konkrit atau pasal-pasal misalnya asas fictie hukum, asas pact sunt servanda. Akan tetapi tidak jarang asas hukum itu dituangkan dalam peraturan konkrit seperti asas presumption of innocence, dll.

2. Pembagian asas hukum :

a. Asas hukum umum, ialah asas yang berhubungan dengan bidang hukum dan berlaku untuk semua bidang hukum itu, seperti asas equality before the law, asas lex posteriore derogate legi priori,  asas bahwa apa yang lahirnya tanpak benar, untuk sementara harus dianggap demikian sampai diputus (lain) oleh pengadilan.

Menurut P. Scholten ada 5 asas hukum umum, yaitu :

1)     Asas kepribadian

2)     Asas pesekutuan

3)     Asas kesamaan

4)     Asas kewibawaan, dan

5)     Asas pemisahan antara baik dan buruk.

Dalam asas kepribadian manusia menginginkan adanya kebebasan individu. Dalam asas ini menunjuk pada pengakuan kepribadian manusia bahwa manusia adalah obyek hukum, penyandang hak dan kewajiban. Dalam asas persekutuan yang dikehendaki adalah persatuan, kesatuan dan cinta kasih, keutuhan masyarakat.

Asas kesamaan menghendaki adanya keadilan dalam arti setiap orang adalah sama di dalam hukum (equality before the law), setiap orang diperlakukan sama. Sedangkan asas kewibawaan memperlihatkan adanya ketidaksamaan.

b. Asas hukum khusus, ialah asas yang berfungsi dalam bidang yang lebih sempit seperti dalam bidang hukum perdata, hukum pidana dsb.

3. Fungsi asas hukum

a. Fungsi dalam hukum, mendasarkan eksistensinya pada rumusan oleh pembentuk undang-undang dan hakim (ini merupakan fungsi yang bersifat mengesahkan) serta mempunyai pengaruh yang normatif dan mengikat para pihak.

b. Fungsi dalam ilmu hukum, hanya bersifat mengatur dan eksplikatif (menjelaskan). Tujuan adalah memberi ikhtiar, tidak normatif sifatnya dan tidak termasuk dalam hukum positif

Contoh asas-asas hukum :

a. Asas legalitas “tiada suatu perbuatanpun dapat dihukum, kecuali atas kekuatan undang-undang yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 ayat 1 KUHPidana = asas undang-undang tidak berlaku surut) = Nullum delictum sine praevia lege poenali”Asas Presumption Of Innocence (asas praduga tidak bersalah), bahwa seseorang dianggap tidak bersalah sebelum ada keputusan hakim yang menyatakan bahwa ia bersalah dan keputusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkracht)

b. Asas In Dubio Pro Reo ialah dalam keraguan diberlakukan ketentuan yang paling menguntungkan bagi si terdakwa.

c. Asas Similia Similibus ialah bahwa perkara yang sama (sejenis) harus diputus sama (serupa).

d. Asas Pact Sunt Servanda yaitu bahwa perjanjian yang sudah disepakati berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang bersangkutan.

e. Asas Geen Straft Zonder Schuld ialah asas tiada hukuman tanpa kesalahan.

f. Asas Lex Posterior Derogat Legi Priori yaitu asas undang-undang yang berlaku kemudian membatalkan undnag-undang terdahulu, sejauh undnag-undang itu mengatur objek yang sama.

g. Asas Lex Superior Derogat Legi Inferiori yakni suatu asas undang-undang dimana jika ada 2 undang-undang yang mengatur objek yang sama maka undang-undang yang lebih tinggi yang berlaku sedangaka undang-undang yang lebih rendah tidak mengikat.

h. Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali yakni undang-undang yang khusus mengenyampingkan yang umum.

Klasifikasi / Pembagian Hukum

     Pembagian hukum menurut beberapa asas pembagian, sebagai berikut :

A.  Menurut sumbernya, hukum dapat dibagi :

Hukum Undang-Undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
Hukum kebiasaan (adat) yaitu hukum yang terletak di dalam peraturan-peraturan kebiasaan (adat).
Hukum Traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu perjanjian antara negara (rakyat)
Hukum jurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.B. Menurut bentuknya, hukum dapat dibagi dalam :
Hukum tertulis (Statute Law = Written Law), yaitu hukum yang dirumuskan secara tertulis di dalam berbagai peraturan perundang-undangan baik yang dikodifikasi maupun yang tidak dikodifikasi.
Kodifikasi ialah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.

Tujuan kodifikasi hukum tertulis adalah untuk memperoleh :

– kepastian hukum

– penyederhanaan hukum dan

– kesatuan hukum.

2. Hukum tak tertulis (unstatutery law = unwritten law = hukum kebiasaan) yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundang-undangan).

C.  Menurut tempat berlakunya dapat dibagi dalam :

Hukum Nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara.
Hukum Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia internasional.
Hukum Asing, yaitu hukum yang berlaku dalam negara lain.
Hukum Gereja, yaitu kumpulan norma-norma yang ditetapkan oleh Gereja untuk para anggota-anggotanya                                                        

D. Menurut waktu berlakunya, hukum dapat dibagi dalam :
Ius Constitutum (hukum positif), yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu. Singkatnya : Hukum yang berlaku bagi suatu masyarakat pada suatu waktu tertentu, dalam suatu tempat tertentu. Ada sarjana yang menamakan hukum positif itu “Tata Hukum”.
Ius Constituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang.
Hukum Asasi (hukum alam), yaitu hukum yang berlaku dimana-mana dalam segala waktu dan untuk segala bangsa didunia. Hukum ini tidak mengenal batas waktu melainkan berlaku untuk selama-lamanya (abadi) terhadap siapapun juga di seluruh tempat.
Ketiga macam hukum diatas adalah hukum duniawi.

E. Menurut cara mempertahankannya, hukum dapat dibagi dalam :

Hukum material/materil, yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan yang berwujud perintah-perintah dan larangan-larangan. Contoh hukum pidana, hukum perdata, hukum dagang, dll.
Hukum formal (hukum proses atau hukum acara) yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-cara melaksanakan dan mepertahankan hukum material atau peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara ke muka pengadilan dan bagaimana cara-caranya hakim memberi putusan. Contoh Hukum Acara Pidana, Hukum Acara Perdata.                                                                                         F. Menurut sifatnya, hukum dapat dibagi dalam :
Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimanapun juga harus dan mempunyai paksaan paksaan.
Hukum yang mengatur, yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam suatu perjanjian.                                               

G. Menurut wujudnya, hukum dibagi dalam :                                                 

1. Hukum objektif, yaitu dalam suatu negara yang berlaku umum hanya menyebut peraturan hukum saja yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara dua orang atau lebih.                                   
2. Hukum subyektif, yaitu hukum yang timbul dari hukum obyektif dan berlaku terhadap seorang tertentu atau lebih. Hukum subyektif disebut juga HAK.                                                                    

H. Menurut isinya, hukum dapat dibagi dalam :                                                 

1. Hukum sipil (hukum privat) yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu dengan yang lain dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.
Hukum sipil terdiri dari :

Hukum sipil dalam arti luas yang meliputi : hukum perdata dan hukum dagang.
Hukum sipil dalam arti sempit yang meliputi hukum perdata saja.                                                         

2. Hukum publik (hukum negara) yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapannya atau hubungan antara negara dengan perseorangan (warganegara).
Hukum publik (hukum negara) terdiri dari :

Hukum tata negara, yaitu hukum yang mengatur bentuk dan susunan pemerintahan suatu hubungan antara negara (pemerintah pusat) dengan bagian-bagian negara (daerah-daerah).
Hukum administrasi negara (hukum tatausaha negara atau hukum tata pemerintahan yaitu hukum yang mengatur cara-cara menjalankan tugas (hak dan kewajiban) dari kekuasaan alat perlengkapan negara.
Hukum pidana yaitu hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan pidana kepada siapa yang melanggarnya serta mengatur bagaimana cara-cara mengajukan perkara-perkara ke muka pengadilan.
Hukum internasional, yang tediri dari :
Hukum perdata binternasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara warganegara-warganegara suatu negara dengan warganegara-waraganegara dari negara lain dalam hubungan internasional.
Hukum publik internasional (hukum antar negara) yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara yang satu dengan negara-negara yang lain dalam hubungan internasional.  Jika orang berbicara tentang hukum internasional, maka hampir selalu yang dimaksudkannya ialah hukum publik internasional.


DAFTAR BACAAN / LITERATUR

– Kansil, SH, Drs “ Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia”, Balai Pustaka

– Soerojo Wignjodipoero, SH. Dr. Prof “Pengantar Ilmu Hukum”, Alumni Bandung

– Soedjono Dirdjosisworo, SH. Dr. “Pengantar Ilmu Hukum” Rajagrafindo, Jakarta

– Sudarsono, SH. Drs. “ Pengantar Ilmu Hukum”, Rineka Cipta, Jakarta

– Riduan Syahrani, SH. “Rangkuman Intisari Ilmu Hukum” Citra Aditya Bakti, Bandung

– Satjipto Rahardjo, SH.,Dr. Prof. “Ilmu Hukum”, Alumni Bandung.

– Peter Mahmud Marzuki, SH, MS, LLM,  Dr, Prof, “Pengantar Ilmu Hukum”, Kencana Pranada Media Group, Jakarta

– Van Apeldooren, Prof. Mr.L.j, “Pengantar Ilmu Hukum”, Pradnya Paramita, Jakarta

– Van Kan, Prof. Mr. J & Prof. Mr. J.H. Beckhuis, “Pengantar Ilmu Hukum”, PT Pembangunan, Jakarta

– Sudikno Mertokusumo, SH, Dr. Prof.  “Mengenal Hukum”, Liberty, Yogyakarta

– Ramli Zein, SH., MS, “Pengantar Ilmu Hukum”, UIR Press, Pekanbaru

– J.B. Daliyo, SH, 2001, “Pengantar Ilmu Hukum : panduan untuk mahasiswa”, Prenhalindo, Jakarta

– Marwan M as, SH, MH, Pengantar Ilmu Hukum, Ghalia Indonesi

–   Abdurraoef, Dr, SH, “Alquran dan Ilmu Hukum”, Bulan Bintang, Jakarta

–   Algra, Mr, N.E, en K. van Duyvendijk Mr, “Mula Hukum”, Binacipta

–   Subhi Mahmasani, Dr, 8”, Filsafat Hukum Dalam Islam”, PT Al Ma’arif, Bandung

–   Utrecht, Mr, E, “Pengantar Dalam Hukum Indonesia”, Ichtiar, Jakarta

–   Burggink Mr, Drs, Alih Bahasa Arief Sidharta, SH, “Refleksi Tentang Hukum”, PT. Aditya Bakti, Bandung,

–   HR. Otje Salman. S. SH, Dr. Prof dan Anton F. Susanto, SH., M.Hum “Teori Hukum”, Refika Aditama, Bandung

–   Chainur Arrasjid, SH, 1988, “Pengantar Ilmu Hukum”, Yani Coprporation, Medan

–   Yulies Triana Masriani, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar grafika

–   Ishaq, SH, M.Hum, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinargrafika

–   As’ad Sungguh, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinargrafika

–   R. Soroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinargrafika


Sumber: (https://tiarramon.wordpress.com/category/bahan-kuliah/pengantar-ilmu-hukum/)
Share:

Recent Posts

Portal Berita Online


Diberdayakan oleh Blogger.

Look!

games

Flag Counter

Total Tayangan Halaman

 
Selamat datang di blog saya, Terima kasih telah berkunjung di blog saya.. Semoga anda senang!!
- See more at: http://blogharun26.blogspot.co.id/2013/07/cara-membuat-tulisan-berjalan-melayang.html#sthash.C3owDUfr.dpuf